PROFESI KONSELING

Standard

PROFESI KONSELING

Pengertian

Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut dari adanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu.

Syarat-syarat suatu profesi :

  • Melibatkan kegiatan intelektual.
  •  Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  • Memerlukan persiapan profesional yang dalam dan bukan sekedar latihan.
  • Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
  • Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
  • Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
  • Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
  • Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu untuk memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi konseling merupakan suatu pekerjaan, jabatan, atau keahlian khusus yang dilakukan oleh seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman (konselor) terhadap individu-individu yang membutuhkan (klien), agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.

 

Hakikat Konselor

Konselor pendidikan adalah konselor yang bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik IndonesiaNomor 20 tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.

Konselor pendidikan semula disebut sebagai Guru Bimbingan Penyuluhan (Guru BP). Seiring dengan perubahan istilah penyuluhan menjadi konseling, namanya berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK). Untuk menyesuaikan kedudukannya dengan guru lain, kemudian disebut pula sebagai Guru Pembimbing.

Setelah terbentuknya organisasi profesi yang mewadahi para konselor, yaitu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN), maka profesi ini sekarang dipanggil Konselor Pendidikan dan menjadi bagian dari asosiasi tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

A. KOMPETENSI KONSELOR

 

Dari berbagai definisi kompetensi, terdapat persamaan makna yaitu the ability to do or perform something well dan the ability to function effectively in a job of life roles (Schalock, 1981: Harris, 1995 dalam Ansyar, 2005). Brojonegoro (2005) misalnya mengutip SK Mendiknas 045/U/2002, mengartikan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tangung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas di bidang tertentu. Nurhadi, Yasin, B. & Senduk, A.G. (2004) memaknai kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang tercermin dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dalam kaitan itu, siswa yang kompeten adalah siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu. MacAsham menyimpulkan bahwa kompetensi terbentuk dari konstitusi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai (sikap) yang menjadikan seorang sukses dalam hidupnya (Hasan, 2002). Kompetensi itu yang menjadikan seseorang fungsional di masyarakat (functional competence), profesional dalam pekerjaan (vocational competence), dan berkembang dalam hidupnya (study skill). Jadi, kompetensi merupakan hasil konstruksi kemampuan (compose skill) sehingga seseorang mampu; (1) melaksanakan pekerjaan sesuai peran, posisi atau profesi, (2) mentransfer ke tugas dan situasi baru, serta (3) melanjutkan studi dan mencapai kedewasaan diri (Harris, et.al., 1995 dalam Ansyar, 2005).

 

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Depdiknas, 2005a), dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Depdiknas, 2005b), dikemukakan empat kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran. Kompetensi tersebut mencakup kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan pendidik membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidkan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

 

Konselor pada hakikatnya seorang psychological-educator, yang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (Depdiknas, 2003), dimasukkan sebagai kategori pendidik. Oleh karena itu konselor juga harus memiliki kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi paedagogik bagi konselor dimaknai sebagai kemampuan membantu peserta didik untuk memahami diri, menerima diri, dan mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya secara utuh, serta mengaktualisasikan potensi dirinya. Kompetensi kepribadian bagi seorang konselor sama dengan kompetensi kepribadian pendidik pada umumnya. Kompetensi profesional konselor adalah penguasaan konselor atas karakteristik pribadi peserta didik, materi bimbingan yang inheren pada pribadi peserta didik, teknik membantu, dan sejumlah kompetensi tambahan lainnya yang secara simultan mengarah ke konseling yang peduli terhadap kemaslahatan peserta didik. Sedangkan yang terakhir, kompetensi sosial konselor sama dengan kompetensi sosial pendidik pada umumnya.

 

Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka konselor terikat dengan kompetensi yang harus dikembangkan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Sehubungan dengan hal itu, kompetensi yang harus menjadi pegangan oleh konselor adalah Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) dalam konteks PP 19/2005.

 

Setiap konselor dalam kehidupan kesehariannya, baik sebagai pribadi maupun dalam menjalankan tugasnya, terikat oleh SKKI yang dijabarkan dalam kaitannnya dengan PP 19/2005, sebagai berikut:

1. Kompetensi Paedagogik (PP 19/2005)
Pada kompetensi paedagogik ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:
1. Memahami landasan keilmuan pendidikan (filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi)

  1. Memahami hakikat kebenaran dan sistem nilai yang mendasari proses-proses pendidikan
  2. Memahami proses pembentukan perilaku individu dalam proses pendidika
  3. Memahami karakteristik individu berdasar usia, gender, ras, etnisitas, status sosial, dan ekonomi dan ekonomi dapat mempengaruhi individu dan kelompok

2. Menguasai konsep dasar dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan

  1. Memahami hubungan antar unsur-unsur pendidikan (pendidik, peseerta didik, tujuan pendidikan, metode pendidikan, dan lingkungan pendidikan
  2. Mampu memilih dan menggunakan alat-alat pendidikan (kewibawaan, kasih sayang, kelembutan, keteladanan, dan hukuman yang mendidik)

 

2. Kompetensi Kepribadian
Pada kompetensi kepribadian ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:
1. Menampilkan keutuhan kepribadian konselor

  1. Menampilkan perilaku membantu berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Mengkomunikasikan secara verbal dan atau nonverbal minat yang tulus dalam membantu orang lain
  3. Mendemonstrasikan sikap hangat dan penuh perhatian
  4. Secara verbal dan nonverbal mampu mengkomunikasikan rasahormat konselor terhadap klien sebagai pribadi yang berguna dan bertanggung jawab
  5. Mengkomunikasikan harapan, mengekspresikan keyakinan bahwa klien memiliki kapasitas untuk memecahkan problem, menata dan mengatur hidupnya, dan berkembang.
  6. Mendemonstrasikan sikap empati dan atribusi secara tepat
  7. Mendemonstrasikan integritas dan stabilitas kepribadian serta control diri yang baik
  8. Memiliki toleransi yang tinggi terhadap stress dan frustrasi
  9. Mendemonstrasikan berfikir positif terhadap orang lain dan lingkungannya

2. Berperilaku etik dan professional

  1. Menyadari bahwa nilai-nilai pribadi konselor dapat mempengaruhi respon-respon konselor terhadap klien
  2. Menghindari sikap-sikap prasangka dan pikiran-pikiran stereotipe terhadap klien
  3. Tidak memaksakan nilai-nilai pribadi konselor terhadap klien
  4. Memahami kekuatan dan keterbatasan personal dan professional
  5. Mengelola diri secara efektif
  6. Bekerja sama secara produktif dengan teman sejawat dan anggota profesi lain
  7. Secara konsisten menampilkan perilaku sesuai dengan kode etik profesi

 

3. Kompetensi Profesional
Selanjutnya, pada kompetensi profesional ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:
1.  Memiliki komitmen untuk meningkatkan kemampuan professional

  1. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang secara etik dapat dipertanggungjawabkan bagi semua klien
  2. Berperilaku objektif terhadap pandangan, nilai-nilai, dan reaksi emosional klien yang berbeda dengan konselor
  3. Memiliki inisiatif dan terlibat dalam pengembangan profesi dan pendidikan lanjut untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan professional
  4. Memiliki kepedulian untuk aktif dalam organisasi profesi konseling
    1. Memahami kaidah-kaidah perilaku individu dan kelompok
      a. Menjelaskan mekanisme perilaku menurut berbagai pendekatan
      b. Menjelaskan dinamika perilaku individu dan kelompok
      c. Menjelaskan hubungan antara motivasi dan emosi
      d. Menjelaskan mekanisme pertahanan diri
    2. Memahami konsep kepribadian
      a. Menjelaskan proses pembentukan pribadi
      b. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
      c. Menjelaskan bentuk-bentuk gangguan kepribadian individu
    3. Memahami konsep dan prinsip-prinsip perkembangan individu
      a. Menjelaskan prinsip-prinsip perkembangan
      b. Menjelaskan proses perkembangan individu
      c. Menjelaskan aspek-aspek perkembangan
      d. Menjelaskan fase dan tugas perkembangan
      e. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
    4. Mampu memfasilitasi perkembangan individu
      1. Memilih strategi intervensi perkembangan individu yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik individu
      2. Mampu merekayasa lingkungan
      3. Memahami hakikat dan makna asesmen
        1. Memahami perspektif historis asesmen sebagai awal layanan
        2. Menunjukkan alasan dan pentingnya asesmen
        3. Menunjukkan bukti kebenaran, jenis kebenaran, dan hubungan antar kebenaran secara objektif
        4. Memahami konsep validitas, reliabilitas, dan daya beda dalam pengembangan instrument
        5. Memahami konsep statistika dalam asesmen meliputi timbangan pengukuran, ukuran kecondongan terpusat, indeks variabilitas, bentuk dan jenis distribusi, serta korelasi
        6. Memahami teori kesalahan pengukuran, model dan penggunaan informasi keterandalan, serta hubungan antara kebenaran dengan keterandalan
        7. Memilih strategi dan teknik asesmen yang tepat
    5. Memahami teknik-teknik asesmen melalui tes meliputi: jenis, kelebihan dan kekurangan, dan karakteristik masing-masing perilaku yang diungkap oleh teknik tersebut
    6. Memahami teknik-teknis asesmen non tes meliputi: macamnya, kelebihan dan kekurangan, dan karakteristik masing-masing perilaku yang diungkap oleh teknik tersebut
    7. Mampu memiliki teknik-teknik asesmen sesuai dengan pertimbangan usia, gender, orientasi seksual, etnik, kultur, agama, dan factor lain dalam asesmen individual, kelompok, dan populasi spesifik.
      1. Mengadministrasikan asesmen dan menafsirkan hasilnya
        1. Mampu menggunakan tes psikologis dan menginterpretasikan hasilnya
        2. Mampu menggunakan instrumen non-tes dalam asesmen psikologis dan menginterpretasikan hasilnya
        3. Mampu mengelola konferensi kasus dalam alur asesmen
        4. Mampu menggunakan komputer dan teknologi informasi sebagai alat bantu asesmen
        5. Mampu melakukan pendokumentasian hasil asesmen secara sistematis dan mudah diakses
        6. Memanfaatkan hasil asesmen untuk kepentingan bimbingan dan konseling
    8. Mampu memilih hasil asesmen untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling
    9. Mampu memprediksi perkembangan individu dan atau kelompok dalam menghadapi perubahan
    10. Mengelola konferensi kasus dalam alur asesmen
      1. Mengembangkan instrumen asesmen
        1. Mengembangkan instrumen tes
        2. Mengembangkan instrumen non-tes
    11. Memahami konsep dasar, landasan, azas, fungsi, tujuan dan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
    12. Mampu menjelaskan konsep dasar bimbingan dan konseling

b. Mampu menjelaskan landasan filosofis, religius, psikologis, sosial budaya, ilmiah, dan teknologis, serta landasan paedagogis

  1. Mampu menjelaskan azas-azas bimbingan dan konseling

d. Mampu menjelaskan fungsi bimbingan dan konseling

  1. Mampu menjelaskan tujuan bimbingan dan konseling
  2. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
    1. Memahami bidang-bidang garapan bimbingan dan konseling
    2. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling pribadi-sosial
    3. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling belajar
    4. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling karir
      1. Menguasai pendekatan dan teknik teknik bimbingan dan konseling
      2. Mampu menjelaskan berbagai macam pendekatan dalam bimbingan dan konseling
      3. Mampu memilih pendekatan bimbingan dan konseling secara tepat dan mempraktikkannya sesuai dengan keadaan klien
      4. Terampil menggunakan teknik-teknik bimbingan dan konseling individual
      5. Terampil menggunakan teknik-teknik bimbingan dan konseling kelompok
    5. Mampu menggunakan dan mengembangkan alat dan media bimbingan dan konseling
      1. Memahami berbagai alat dan media dalam bimbingan dan konseling
      2. Mampu mengembangkan berbagai alat dan media bimbingan dan konseling
      3. Mampu menggunakan dan mengambangkan model-model layanan bimbingan dan konseling berbasis teknologi
    6. Memiliki pengetahuan dan keterampilan perencanaan program bimbingan dan konseling
      1. Menerapkan prinsip-prinsip perencanaan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling
      2. Mampu melakukan penilaian kebutuhan layanan bimbingan dan konseling
      3. Menentukan tujuan dan menentukan prioritas program bimbingann dan konseling
      4. Menyusun program bimbingan dan konseling
      5. Mampu mengorganisasikan dan mengimplemetasikan program bimbingan dan konseling
        1. Mengidentifikasi personalia dan sasaran program bimbingan dan konseling secara tepat
        2.  Mengkoordinasikan dan mengorganisasikan personalia dan sumber daya yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling secara maksimal
        3. Melaksanakan program bimbingan dan konseling dengan melibatkan partisipasi aktif seluruh komponen yang terkait
        4. Mampu mengevaluasi program bimbingan dan konseling
          1. Mereview program bimbingan dan konseling berdasarkan standar penyelenggaraan program
          2. Mampu menggunakan pendekatan evaluasi program bimbingan dan konseling secara tepat
          3.  Mengkoordinasikan kegiatan evaluasi program bimbingan dan konseling
          4.  Membuat rekomendasi yang tepat untuk perbaikan dan pengembangan program bimbingan dan konseling
          5. Mendiseminasikan hasil dan temuan-temuan evaluasi penyelenggaraan program bimbingan dan konseling kepada pihak yang berkepentingan
          6. Mengontrol implementasi program bimbingan dan konseling agar senantiasa berjalan sesuai desain perencanaan program
          7. Mampu mendesain perbaikan dan pengembangan program bimbingan dan konseling
            1. Memanfaatkan hasil evaluasi program bimbingan dan konseling untuk perbaikan dan pengembangan program
            2. Menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan program bimbingan dan konseling
            3. Memahami berbagai jenis dan metode riset
            4. Mampu menjelaskan konsep, prinsip, dan metode riset
            5. Mendesain dan mengimplementasikan riset
              1. Mampu merancang riset bimbingan dan konseling
              2. Mengidentifikasi masalah
              3. Merumuskan masalah
              4. Menentukan kerangka fikir riset
              5. Merumuskan tujuan dan manfaat hasil riset
              6. Menentukan pendekatan riset
              7. Menentukan subjek riset
              8. Menentukan prosedur dan mengembangkan teknik pengumpulan data
              9. Menentukan teknik analisis data
                1. Melaksanakan riset bimbingan dan konseling
                  1. Mengumpulkan data riset
                  2. Mengolah dan menganalisis data
                  3. Melaporkan hasil riset
                  4. Memanfaatkan hasil riset dalam bimbingan dan konseling
                  5. Mampu membaca dan menafsirkan hasil riset
                  6. Mampu memanfaatkan hasil riset untuk pengembangan bimbingan dan konseling

 

4. Kompetensi Sosial
Dan terakhir, pada kompetensi sosial ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:

1. Menguasai landasan budaya

  1. Memahami perbedaan-perbedaan budaya (usia, gender, ras, etnisitas, status sosial, dan ekonomi) dapat mempengaruhi individu dan kelompok
  2. Memahami dan menunjukkan sikap penerimaan terhadap perbedaan sudut pandang subjektif antara konselor dengan klien
  3.  Peka, toleran dan responsif terhadap perbedaan budaya klien
    1. Menampilkan keutuhan pribadi konselor
      1. Mengkomunikasikan secara verbal dan atau nonverbal minat yang tulus dalam membantu orang lain
      2. Mendemonstrasikan sikap hangat dan penuh perhatian
      3. Secara verbal dan nonverbal mampu mengkomunikasikan rasahormat konselor terhadap klien sebagai pribadi yang berguna dan bertanggung jawab
      4. Mengkomunikasikan harapan, mengekspresikan keyakinan bahwa klien memiliki kapasitas untuk memecahkan problem, menata dan mengatur hidupnya, dan berkembang
      5. Menampilkan perilaku etik dan professional
        1. Bekerja sama secara produktif dengan teman sejawat dan anggota profesi lain.

 

Kompetensi konselor yaitu:

  1. A.    Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani
    1. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum
    2. Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi
    3. Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya
    4. Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya
    5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya.
    6. Toleran terhadap permsalahan konseli
    7. Bersikap demokratis

 

B.     Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling

  1. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling
  2. Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya.
  3. Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran.
  4. Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan

 

  1. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur,

jenjang, dan jenis satuan pendidikan

  1. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal, non formal, dan informal
  2. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
  3. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah.

 

  1. Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling
    1. Memahami berbagai jenis dan metode penelitian.
    2. Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling.
    3. Melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling.
    4. Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling.

 

4.    Menguasai kerangka teori dan praksis bimbingan dan konseling .

  1. Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling.
  2. Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling.
  3. Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling.
  4. Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja.
  5. Mengaplikasikan pendekatan/model/ jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
  6. Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.

 

C.    Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan

1. Merancang program bimbingan dan konseling

  1. Menganalisis kebutuhan konseli.
  2. Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan..
  3. Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling
  4. Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling

 

  1. Mengimplemantasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif.
  2. Melaksanakan program bimbingan dan konseling.
  3. Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam layanan bimbingan dan konseling.
  4. Memfasilitasi perkembangan akdemik, karier, personal, dan sosial konseli.
  5. Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling.

 

3. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling

  1. Melakukan evaluasi hasil, proses dan program bimbingan dan konseling.
  2. Melakukan penyesuaian proses layanan bimbingan dan konseling.
  3. Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait.
  4. Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling.

 

4. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan masalah

  1. Menguasai hakikat asesmen.
  2. Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan layanan bimbingan dan konseling .
  3. Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling.
  4. Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalahmasalah konseli
  5. Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli
  6. Memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan.
  7. Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling
  8. Mengunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat.
  9. Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen.

 

D.    Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan

1.Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

  1. Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Konsisten dalam menjalankan kehidupan bergama dan toleran terhadap pemeluk agama laian.
  3. Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.

 

 

2. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.

  1. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah dan konsisten)
  2. Menampilkan emosi yang stabil.
  3. Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan.
  4. Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi.
  5. Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif.
  6. Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri.
  7. Berpenampilan menarik dan menyenangkan.
  8. Berkomunikasi secara efektif.

 

3. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional

  1. Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional.
  2. Menyelenggarakan layanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor.
  3. Mempertahankan obyektivittas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli.
  4. Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan.
  5. Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi.
  6. Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor.

 

4. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja

  1. Memahami dasar, tujuan, organisasi dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/ madrasah di tempat bekerja
  2. Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja.
  3. Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi)

 

5. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

  1. Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi.
  2. Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling.
  3. Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi.

 

6. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi

  1. Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain.
  2. Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling.
  3. Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain.
  4. Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai keperlu

 

 

B.PERSYARATAN KONSELOR

 

Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang dalam kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruktusional dan kurikuler, dan pembinaan siswa. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administrative dan pengajaran dengan mengabaikan bidang bimbingan hanya akan menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik namun kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual. Oleh sebab itu, adanya bimbingan dan konseling secara langsung antara seorang konselor dengan konseli atau klien sangat dibutuhkan. Pentingnya bimbingan dalam pendidikan, menuntut seorang konselor memiliki syarat-syarat yang selayaknya ia miliki sebagai seorang pembimbing untuk kelancaranya dalam melaksanakan bimbingan konseling

.

1.      Syarat-Syarat Pembimbing (Konselor) di Sekolah

Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa: petugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi :

a.       Kepribadian,

b.      Pendidikan,

c.       Pengalaman kerja,

d.      Kemampuan.

Berdasarkan kualifikasi tersebut,untuk memilih dan mengangkat seorang petugas bimbingan (konselor) di sekolah harus memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan kepribadiannya, pendidikannya,pengalamannya, dan kemampuannya.

1.)    Kepribadian Petugas Bimbingan

Syarat petugas bimbingan di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor.Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik.Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh.Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor. Polmantier (1966) telah mengadakan survei dan studi mengenai sifat-sifat kepribadian konselor menyatakan:

a.    Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.

b.   Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan social

c.    Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.

d.   Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.

e.   Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.

f.    Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.

Jones menyebutkan 7 sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor:

a.)    Tingkah laku yang etis

b.)    Kemampuan intelektual

c.)    Keluwesan (flexibility)

d.)    Sikap penerimaan (acceptance)

e.)    Pemahaman (understanding)

f.)     Peka terhadap rahasia pribadi

g.)    Komunikasi

Situasi konseling menuntut reaksi yang adekuat dari pihak konselor, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaanya sendiri.

2.)   Pendidikan
              Seorang guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3.Atau sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Seorang guru pembimbing atau konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling. Syarat pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor.Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling keterampilan komunikasi sosial dan konseling.

3.)    Pengalaman
              Seorang konselor harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun mengajar, banyak membimbing berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam organisasi. Corak pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya mendiagnosis dan mencari alternative solusi terhadap klien.

4.)    Kemampuan
              Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi).M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif.

 

2.      Ciri-ciri Kepribadian Konselor

              Carlekhuff menyebutkan sembilan sifat kepribadian dalam diri konselor yang dapat menumbuhkan orang lain, yaitu :

a.       Empati

              Empati adalah kemampuan sesorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinya menunjukkan sifat yang sevara nyata dan berarti merusak hubungan antarpribadi.

b.      Respek

              Respek menunjukkan secara tak langsung bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Hal ini mengandung arti juga bahwa konselor menerima kenyataan; setiap konseli mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan, dan mampu membuat keputusannya sendiri.

c.       Keaslian (Genuiness)

Keaslian merupakan kemampuan konselor manyatakan dirinya secara bebas dan mendalam tanpa pura-pura, tidak bermain peran, dan tidak mempertahankan diri. Konselor yang demikian selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunya sederhana, lugu dan wajar.

d.      Kekonkretan (Concreteness)

Kekonkretan menyatakan ekspresi yang khusus mengenai parasaan dan pengalaman orang lain. Seorang konselor yang memilki kekonkretan tinggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi. Gagasan pikiran dan pengalamannya diselidiki secara mendalam. Konselor yang memilki kekonkretan selalu memelihara keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli melarikan diri dari masalah yang dihadapinya.

e.       Konfrontasi (Confrontation)

              Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau antara yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu. Variabel ini tidak dikontrol sepenuhnya oleh konselor, tetapi hal ini dapat dilaksanakan jika konselor merasakan cocok untuk dikonfrontasikan. Dalam situasi konseling umpanya terdapat banyak macam kemungkinan untuk dikonfrontasi.

f.       Membuka Diri

              Membuka diri adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinya kepada konseli dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan masalah konseli.

g.      Kesanggupan (Potency)

              Kesanggupan dinyatakan sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia dengan jelas tampak menguasai dirinya dan ia mampu menyalurkan kompetensinyan dan rasa aman kepada konseli.

h.      Kesiapan (Immediacy)

              Kesiapan adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada waktu kini dan disini. Tingkat kesiapan yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hunungan antarpribadi yang terjadi antara konselor dengan konseli dalam situasi konseling. Hal ini sangat penting karena variabel ini menyediakan kesempatan untuk menggarap berbagai masalah kesukaran konseli dalam proses hubungabn, sehingga konseli dapat mengambil manfaat atau keuntungan melalui pengalaman ini. Konseli dapat belajar mengatur kembali hubungan antarpribadinya dan menemukan dirinya bahwa situasi konseling memungkinkan ia mengadakan konfrontasi, menunjukkan dirinya sendiri, dan mengekspresikan perasaannya, baik yang positif maupun negatif kepada orang lain dengan cukup aman. Dalam hal ini konselor meraasa terbuka dan dapat mendorong konseli untuk berani menghadapi dirinya dan menunjukkan dirinya secara bebas. Inilah yang menyebabkan konselor cepat merasa puas.

i.        Aktualisasi Diri (Self-Actualization)

              Dalam penelitian telah terbukti bahwa aktualisasi diri memiliki korelasi yang tinggi terhadap keberhasilan konseling. Aktualisasi diri dapat dipakai oleh konseli sebagai model terutama bagi konseli yang meminta bantuan kepadanya. Aktualisasi diri secara tak langsung menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya secara langsaung karena ia mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Mereka dapat mengungkapkan dirinya secara bebas dan terbuka. Mereka tidak mengadili orang lain. Konselor yang mampu mengaktualisasikan dirinya memiliki kemampuan mengadakan hubungan sosial yang hangat, intim, dan secara umum mereka sangat efektif dalam hidupnya.

              Bailey, seperti dikutip oleh Attia M. Hana, menyebutkan beberapa ciri yang harus dimiliki oleh pembimbing/ konselor, diantaranya :

a.)  Memiliki sifat penting pendidik pada umumya, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani dean rohani, dll.

b.)  Pengenalan terhadap pemuda dengan pengertian yang disertai oleh kasih sayang.

c.)  Kestabilan emosi.

d.)  Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatiannya.

e.)  Luas pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat/ kuat.

              Sementara Cose, seperti dikutip oleh Attia M. Hana, menyatakan ciri-ciri konselor yaitu adil, ikhlas, kepribadian, kelakuan baik, filsafat yang betul, pengenalan yang betul, sehat jasmani, emosi stabil, kemampuan membuat persahabatan, kemampuan menyertai orang lain, memahami orang lain dengan kasih sayang, memperhatikan orang lain, memahami perbedaan pendapat, lincah dan serasi, cerdas, sadar mental pengetahuan sosial, luas pengetahuan, bakat, kepemimpinan, merasakan segi-segi kelemahan, sikap positif terhadap tugas, peka terhadap pelaksanaan misi, condong kepada pekerjaan jenis itu, mengerti suasana pengajaran, dan memahami keadaan sosial-ekonomi.

              Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang konselor mempunyai ciri yang dapat dibagi menjadi ciri kepribadian dan ciri sikap, yaitu :

1.)    Ciri kepribadian :

  • Kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
  • Ramah, bersemangat, dan percaya akan kemampuan untuk bertambah baik.
  • Kemampuan untuk menanamkan kepercayaan pada orang lain dan membuat hubungan cepat.
  • Penyesuaian dan kematangan jiwa.
  • Mampu bertahan objektif dalam hubungan kemanusiaan.
  • Penilaian dan pengukuran yang betul.
  • Bersedia bekerja lebih daripada kewajiban.
  • Mengerti berbagai persoalan dan ingin mengatasinya.
  • Berkeinginan betul untuk meningkat dalam pekerjaan.

2.)    Ciri sikap :

  • Kecondongan yang sungguh untuk mengatasi kesukaran penyesuaian remaja.
  • Kemampuan untuk mencapai kelegaan karena menolong orang dalam mengatasi kesukarannya.
  • Penghormatan yang betul kepada orang dan bebas dari memihak/ kefanatikan
  • Mengakui adanya perbedaan individual dan menerimanya, ingin memahami laku orang dan tidak menilainya.
  • Kemampuan untuk memahami diri dan menerimanya sehingga bebas dari keinginan untuk menimpakan perasaan kepada orang lain atau mengidentifikasikan diri kepada kepribadian mereka.
  • Mengakui segi-segi kelemahan pada pengetahuan/ metode yang digunakan atau keadaan pekerjaan dan menerima kelemahan tersebut.
  • Menerima klien untuk mendapatkan haknya untuk membuat keputusan bagi dirinya.
  • Memperhatiakn masyarakat tempat ia hidup dengan segala aturan soaial ekonominya serta kesukarannya.
  • Sikap objektif yang matang terhadap siswa dan guru, serta orangtua dan anggota masyarakat tempat ia hidup.

 

3.      Hubungan Konselor dan Klien

a.       Hubungan konselor dengan Klien

1)      Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien

2)      Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan pribadinya

3)      Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu

4)      Konselor tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan

5)      Konselor wajib memeberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya

6)      Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien

7)      Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan professional

8)      Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap klien

9)      Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara, teman-teman karibnya sepanjang hubunganya profesional

 

b.       Hubungan dalam Pemberian Pelayanan

1)      Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor

2)      Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit

3)      Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.

 

c.       Konsultasi Dan Hubungan Dengan Rekan Sejawat

1)      Konsultasi dengan Rekan Sejawat

Jikalau Konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin kliennya.

2)      Alih Tangan kasus

a)      Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien

b)      Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yg relevan.

c)      Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.

               Jadi, tugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman kerja, dan kemampuan. Beberapa ciri yang harus dimiliki oleh pembimbing/ konselor, diantaranya :

  1. Memiliki sifat penting pendidik pada umumya, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani dean rohani, dll.
  2. Pengenalan terhadap pemuda dengan pengertian yang disertai oleh kasih sayang.
  3. Kestabilan emosi.
  4. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatiannya.
  5. Luas pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat/ kuat.

 

  1. 4.      KODE ETIK KONSELOR

 

Pengertian

Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.

Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya  memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:

  1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
  2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
  3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
  4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
  5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).  

 

            Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)

 

Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling

  1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
    1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
    3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
    4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

 

 

Kualifikasi , Kompetensi dan Kegiatan Profesional Komselor

A. Kualifikasi

1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

2. Berpendidikan profesi konselor (PPK).

 

B. Kompetensi

Sosok utuh kompetensi konselor  terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.

 

Kegiatan Profesional Konselor

 

  1. INFORMASI, TESTING DAN RISET    
  2. Penyimpanan dan penggunaan Informasi

1)    Catatan tentang diri konselispt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.

2)    Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konselidirahasiakan.

3)    Penyampaian informasi ttg konselikepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli

4)    Penggunaan informasi ttg Konselidalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan konselidan tidak merugikan konseli.

5)    Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya. 

b.    Testing 

Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

1)    Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan

2)    Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.

3)    Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut

4)    Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain

5)    Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada konseli    

  1. Riset

1)    Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek

2)    Dalam melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya. 

 

  1. PROSES PELAYANAN 
  2. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan

1)    Konselor wajib menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn konselor

2)    Konselisepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit

3)    Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konseli tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.  

  1. Hubungan dengan Konseli

1)    Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli.

2)    Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.

3)    Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.

4)    Konselor  tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.

5)    Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.

6)    Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli.

7)    Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.

8)    Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseling

 

Hubungan Konseling

 

Kesejahteraan Bagi Orang yang Dilayani Konselor

Konselor mendorong pertumbuhan dan perkembangan konseli dengan cara membantu kesejahteraan konseli dan memajukan pembentukan hubungan yang sehat. Konselor harus secara aktif untuk memahami perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki konseli yang sedang dilayani. Konselor harus mengeksplorasi identitas budaya dan dampaknya terhadap nilai dan kepercayaan dalam proses konseling.

Konselor mendorong konseli untuk dapat berkontribusi pada masyarakat dengan mendedikasikan kemampuan yang dimilikinya. 

 

TANGGUNG JAWAB KONSELOR

Tanggung jawab konselor adalah menghargai dan meningkatkan kesejahteraan konseli. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut maka konselor harus melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut.

  1. Tanggung jawab Konselor terhadap Siswa

1)    Konselor memiliki kewajiban utama untuk memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dengan sikap respek.

2)    Konselor secara penuh membantu konseli dalam mengembangkan  potensi atau kebutuhannya (baik yang terkait dengan personal, sosial, pendidikan, maupun vokasional); dan mendorong konseli untuk mencapai perkembangan yang optimal. 

3)    Menahan diri dari upaya menorong siswa untuk menerima nilai, gaya hidup, dan keyakinan yang menjadi orientasi pribadi konselor sendiri.

4)    Bertanggung jawab untuk memelihara hak-hak konseli.

5)    Memelihara kerahasiaan data konseli.

6)    Memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan konseli.

 

 

  1. Tanggung Jawab Terhadap Orang Tua

1)    Melakukan hubungan kerjasama (kolaborsi) dengan orang tua siswa dalam memfasilitasi perkembangan siswa secara optimal.

2)    Memberikan informasi kepada orang tua siswa tentang peranan konselor, terutama tentang hakikat hubungan konseling yang rahasia antara konselor dan konseli.

3)    Memberikan informasi yang akurat, komprehensif, dan relevan dengan tujuan.

4)    Melakukan sharing informasi tentang konseli.

 

  1. Tanggung jawab terhadap Kolega/Pihak Sekolah

1)    Membangun dan memelihara hubungan kooperatif dengan kepala sekolah, guru-guru, dan staf sekolah dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.

2)    Menerima masukan pendapat atau kritikan dari kepala sekolah, dan guru-guru sebagai dasar untuk mengembangkan atau memperbaiki program Bimbingan dan Konseling.

 

  1. Tanggung Jawab terhadap Dirinya Sendiri

1)    Menyadari bahwa karakteristik pribadinya memberikan dampak terhadap kualitas layanan konseling.

2)    Memiliki pemahaman terhadap batas-batas kompetensi yang dimilikinya, dan menerima tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya.

3)    Berusaha secara terus menerus untuk mengembangkan kompetensi (wawasan pengetahuan, dan keahlian) profesionalitas, dan kualitas kepribadiannya.

 

  1. Tanggung Jawab Terhadap Organisasi Profesi

1)    Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli

2)    Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar. 

 

Kerahasiaan dalam Komunikasi dan Hal – Hal yang Bersifat Pribadi

Konselor menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling. Konselor berusaha mendapatkan kepercayaan konseli melalui hubungan konseling, menciptakan batasan dan keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga kerahasiaan. Konselor mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang baik dan bisa diterima oleh konseli.

1. Menghargai hak-hak konseli

  1. Kesadaran konselor akan keberagaman  atau hal yang bersifat multikultural.
  2. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi menyangkut kehidupan konseli.
  3. Menghargai kerahasiaan informasi mengenai konseli. Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli atau berdasarkan pertimbangan etis dan hukum.
  4. Menjelaskan berbagai keterbatasan kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.

 

  1. Berbagi Informasi dengan pihak lain
    1. Pegawai Lembaga, dalam hal ini konselor harus memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data konseli yang diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten dan tenaga sukarela.
    2. Team Konselor, jika penanganan konseli melibatkan sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka konseli terlebih dahulu diberitahukan mengenai hal tersebut dan informasi-informasi apa saja mengenai dirinya yang akan dibagi dalam tim tersebut.
    3. Pihak ketiga yang membiayai, konselor akan membagi informasi kepada pihak ketiga mengenai konseli jika konseli membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki otoritas.
    4. Memindahkan informasi rahasia, konselor memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia dengan  komputer melalui surat elektronik, mesin fax, telepon, dan perlengkapan teknologi komputer lainnya.

 

  1. Rekaman Data Konseling
    1. Kerahasiaan rekaman, terkait dengan proses dan tempat penyimpanan hingga orang-orang yang memiliki wewenang untuk rekaman tersebut.
    2. Izin untuk merekam, konselor meminta izin kepada konseli untuk merekam proses konseling dalam bentuk elektronik maupun bentuk lain.
    3. Izin untuk observasi, konselor meminta izin dari konseli dalam rangka observasi sesi konseling dalam lingkungan pelatihan, seperti meninjau hasil transkrip bersama peninjau dan fakultas.
    4. Rekaman bagi Konseli, konselor hanya memberikan salinan rekaman kepada konseli yang memang memerlukan. Konselor membatasi pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan kepada konseli hanya jika isi rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti perasaan konseli. Dalam situasi konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang menyangkut konseli lain.
    5. Bantuan dengan rekaman data, konselor memberikan bantuan kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam memaknai rekaman data.
    6. Membuka atau memindahkan rekaman, konselor meminta persetujuan tertulis  dari konseli untuk membuka atau memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki wewenang.
    7. Penyimpanan dan pemutihan rekaman setelah konseling berakhir, jika konselor mengatur penyimpanan rekaman-rekaman data konseling dengan mengikuti tahapan pengakhiran agar memudahkan proses membuka data tersebut di masa yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut akan dimusnahkan. Konselor memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga kerahasiaannya.

 

  1. Penelitian dan pelatihan
    1. Persetujuan institusi atau lembaga, jika konselor akan menggunakan informasi-informasi mengenai konseli sebagai bagian dari perencanaan penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari institusi atau lembaga tempat konselor bekerja.
    2. Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan banyak pihak.

 

  1. Konsultasi
    1. Perjanjian, jika konselor memberikan konsultasi terkait dengan permasalahan konseli dengan pihak lain, konselor membuat perjanjian dengan setiap individu-individu yang terlibat, dengan memberitahukan bahwa konselini memiliki hak untuk dijaga kerahasiaannya kepada setiap individu dan menjelaskan akibat-akibat yang mungkin terjadi jika kerahasian tersebut dibocorkan ke pihak lain..
    2. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi, konselor memberikan konsultasi ataupun mendiskusikan permasalahan konseli dengan tujuan professional hanya kepada pihak-pihak yang terkait, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas konseli.

 

Pelanggaran Terhadap Kode Etik

 

Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

(1)  Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA.

(2)  Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:

  1. Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
  2. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggungjawab.
  3. Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.

 

BENTUK PELANGGARAN

  1. Terhadap Konseli
  2. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
  3. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
  4. Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
  5. Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).

 

  1. Terhadap Organisasi Profesi
  2. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
  3. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).

 

  1. Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
  2. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
  3. Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.

 

 

 

SANKSI PELANGGARAN

Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.

  1. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
  2. Memberikan peringatan keras secara tertulis
  3. Pencabutan keanggotan ABKIN
  4. Pencabutan lisensi
  5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.

 

MEKANISME PENERAPAN SANKSI

Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
  2. Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah
  3. Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif  ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
  4. Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.
  5. Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Prayitno dan Erman Amti. 1994. Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling Jakarta: Rineka Cipta

Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta : P2LPTK Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud

http://akhmadsudrajat.wordpress.com

http://10014rip.blogspot.com

http://misk-in.blogspot.com

http://yusef77.blogspot.com

http://obyramadani.wordpress.com

Leave a comment