SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN

Standard

Penelitian pada dasarnya merupakan satu upaya memahami masalah-masalah yang ditemui dalam kehidupan manusia, keterbatasan manusia untuk memahami permasalahan tersebut hanya mengndalkan pengalaman hidup sehari hari secara sporadic dan tidak tertata, jelas tidak cukup menjadi dasar yang kuat bagi pemahaman terhadap satu permasalahan (Uhar, 2012:94).

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variable yang diteliti. Dengan demikian imliah instrument yang akan digunakan untuk penelitian tergangung pada jumlah variable yang ditelti. Jika variablenya lima maka instrumennya lima.

Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrument harus mempunyai skala (Sugiyono, 2012:92).

  1. A.    Jenis Skala Pengukuran

Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat  ukur, sehingga alat ukur tersebut jika digunakan akan menghasilkan data kuantitatif. Contohnya timbangan emas sebagai instrument untuk mengukur berat emas.

Jenis-jenis skala pengukuran ada empat : skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio.

  1. Skala nominal

Skala nominal adalah sekala yang paling sederhana, disusun menurut jenis (kategorinya) atau fungsi bilangan hanya sebagai symbol untuk membedakan sebuah karakteristik dengan karakteristik yang lainnya.

Skala nominal adalah skala yang hanya mendasarkan pada pengelompokkan atau pengkategorian peristiwa atau fakta dan apabila menggunakan notasi angka hal itu sama sekali tidak menunjukkan perbedaan kuantitatif tetapi hanya menunjukkan perbedaan kualitatif (Uhar suharsaputra,  2012:72). Adapun ciri-ciri dari skala nominal adalah:

a)    Kategori data bersifat mutually exclusive (salign memisah).

b)    Kategori data tidak mempunyai aturan yang logis (bisa sembarang). Hasil perhitungan dan tidak ditemui bilangan pecahan. Angka yang tertera hanya lebel semata. Tidak mempunyai ukuran baru. Dan tidak mempunyai nol mutlak.

 

  1. Skala ordinal

Skala ini adalah pengukuran yang mana skala yang digunakan disusun secara runtut dari yang rendah sampai yang tinggi. Skala ordinal sekala yang diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai skala yang terendah atau sebaliknya.

Adapun ciri-ciri dari skala ordinal antara lain : kategori data saling memisah, kategori data memiliki aturan yang logis, kategori data ditentukan skala berdasarkan jumlah karakteristik khusus yang dimilikinya.

 

  1. Skala interval

Skala interval adalah skala yang menunjukkan jarak satu data dengan data yang lain dengan bobot nilai yang sama, sementara menurut (Uhar) dalam bukunya, metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan tindakan, menjelaskan bahwa skala interval adalah skala pengukuran yang mana jarak satu tingkat dengan yang lain sama. Ciri-ciri dari skala ini menurut Uhara ada lima :

a)    Kategori data bersifat saling memisah.

b)    Kategori data memiliki aturan yang logis.

c)    Kategori data ditentukan sekalanya berdasarkan jumlah karaaktristik khusus yang dimilikinya.

d)    Perbedaan karakteristik yang sama tergambar dalam perbedaan yang sama dalam jumlah yang dikenakan pada kategori.

e)    Angka nol hanya menggambarkan satu titik dalam sekala (tidak punya nilai nol absolut).

 

  1. Skala rasio.

Skala ini adalah sekala interval yang benar-benar memiliki nilai nol mutlak. Dengan demikian sekala rasio menunjukkan jenis pengukuran yang sangat jelas dan akurat.

 

  1. B.     Skala sikap

Skala ini hanya digunakan untuk mengukur sikap, perkembangan ilmu sosiologi dan pisikologi yang banyak menggunakan ini untuk khusus mengukur sikap. Beberapa skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian administrasi, pendidikan dan social antara lain :

 

  1. Skala likert

Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan prsepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena atau gejala sosial yang terjadi. Hal ini sudah sepesifik dijelaskann oleh peneliti. Yang selanjutnya disebut sebagai variable penelitian. Kemudian dijabarkan melalui dimensi-dimensi menjadi sub-variabel, kemudian menjadi indicator yang dapat dijadikan tolak ukur untuk menyusun item-item pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan variabel penelitian (Iskandar, 2009:83).

Penyataan atau pernyataan tadi kemudian direspon dalam bentuk skala likert, yang diungkapkan melalui kata-kata misalnya ; setuju, sangat setuju, tidak pasti, tidak setuju, sangat tidak setuju.

 

  1. Skala guttuman

Skala guttaman menggunakan dua jawaban yang tegas dan konsisten, yaitu ya-tidak, postif-negatif, tinggi-rendah, yakin-tidak yakin, setuju-tidak setuju, dll.

 

  1. Semantic defentrial.

Skala differensial digunakan untuk mengatur sikap perbedaan simantik, responden untuk menjawab pernyataan dalam satu garis kontinum yang bertentangan yaitu positif negative. Data yang diperoleh biasanya data interval yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang atau kelompok (Iskandar, 2009:84) .

Skala ini berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), seperti : panas-dingin, baik-buruk, dll. Karakteristik bipolar mempunyai tiga dimensi dasar sikap seseorang terhadap objek :

a)    Potensi, yaitu kekuatan atau atraksi fisik satu objek

b)    Evaluasi, yaitu hal-hal yang menguntungkan atau tidak.

c)    Aktivitas, yaitu tingkatan gerakan satu objek

  1. Rating scale

Berdasarkan ketiga skala semua data yang diproleh adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan. Sedangkan rating scale adalah data mentah yang didapar berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Dalam model rating scale responden tidak akan menjawab dari data kualitatif yang sudah tersedia, tapi menjawab dari jawaban kuantitatif, dengan demikian raing scale lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja.

 

  1. C.    Pengertian Instrument Penelitian

Dalam penelitian bidang pendidikan, teknik pengumpulan data yang lazim adalah menggunakan intrumen. Dalam menjalankan penelitian data merupakan tujuan utama yang hendak dikumpulkan dengan menggunakan instrument. Instrumen penelitian adalah nafas dari penelitian. Menurut (Arikunto, 1995:177), ‘’instrumen penelitian adalah sesuatu yang penting dan strategis kedudukannya dalam pelaksanaan penelitian.’’

Keadaan-keadaan telah mendorong upaya-upaya pakar untuk membuat prosudur dan alata yang dapat digunakan guna mengungkap kenyataan-kenyataan (data) yang dapat diajdikan dasar dalam menyelesaikan berbagai masalah. Untuk itu instrument penelitian menempeti kedudukan penting dalam sebuah penelitian, hal ini tidak lain karean keberhasilah sebuah penelitian dipengaruhi pula oleh instrument yang dipergunakan (Uhar Suharsaputra, 2012:94)

Kualitas data sangat menetukan kualitas penelitian. Kualitas data tergantung pada kualitas alat (instrumen) yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Pada dasarnya terdapat dua kategori instrument yang digunakan dalam penelitian, yakni :

a)    instrument digunakan untuk memproleh informasi atau data tentang keadaan objek atau proses yang diteliti.

b)    Instrumen digunakan untuk mengontrol objek atau proses yang diteliti.

Data kondisi objek atau spesifikasi proses yang diukur dapat diulang dengan menggunakan dua instrument tersebut (Gempur Santoso,  2012:62)

Dalam suatu penelitian kuantitatif (adanya jarak antara subjek dan objek) yang bersifat verifikasi hipotesis, instrument penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara subtansial antara hal-hal teoritis dan empiris, antara konsep dan data) (Uhar Suharsaputra,  2012:94).

Teknik pengumpulan data yang lazim digunakan adalah menggunakan adalah instrumen yang sempurna, wawancara, observasi, dokumentasi, sperti pada table di bawah ini.

 

Beberapa hal yang penting dalam menyusun istrumen

Menurut Nana Sudjana (Uhar Suharsaputra,  2012:95), dalam penyusunan instrument penelitian ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

  1. Masalah dan variable yang diteliti termasuk indicator variable harus jelas sehingga dapat dengan mudah menetapkan jenis istrumrn yang digunakan.
  2. Sumber data/ informasi, baik jumlah maupun keragamannya harus diketahui terlebih dahulu, sebagai bahan dasar dalam menentukan isi, bahasa, sistimatika item dalam instrument penelitian.
  3. Keterandalan dalam instrument itu sendiri sebagai alat pengumpulan data, objekvitas, dll.
  4. Jenis data yang diharapkan dari pengguna instrumen harus jelas. Sehingga peneliti dapat menetukan gaya analisis dan pemecahan masalah penelitian.
  5. Mudah dan praktis digunakan akan tetapi dapat menghasilkan data yang diperlukan

 

Sarana Instrument Penelitian

  1. Angket

Angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan pada orang lain dengan tujuan agar orang yang diberi bersedia memberikan respon yang sesuai. Angket  dibedakan menjadi tiga yaitu :

a)    Angket terbuka, adalah angket yang disajikan dalam bentuk isian. Tentunya disertai dengan pertanyaan.

b)    Angket tertutup, adalah angket yang disajikan dalam bentuk sederhana, yang mana responden tinggal membri tanda centang pada kolom yang disediakan terhadapa jawaban yang sesuai dengannya. Biasanya dalam bentuk multipelchoise.

c)    Campuran, Disamping dari kedua ini ada combinasi dari dua jenis angket di atas.

 

  1. Daftar cocok (Checlist)

Ini hampir sama dengan angket tertutp, karena hanya tinggal member tanda pada tes yang diberikan terhadap jawaban keadaan kita. Bedanya dengan angket, checklist dibuat sedikit lebih sederhana.

  1. Skala

Skala menunjuk pada sebuah instrument pengumpul data yang bentuknya seperti daftar cocok tapi alternative yang disediakan merupakan sesuatu yang berjenjang. Skala banyak digunakan untuk mengukur aspek-aspek kpribadian atau kejiwaan.

 

Jenis Instrument Penelitian

  1. 1.    Tes

Tes yaitu suatu alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban, baik secara tertulis maupun lisan. Sehingga dapat mengetahui kemampuan individu  yang bersangkutan.

  1. 2.    Kuesioner

Instrument penelitian dalam bentuk pertanyaan yang biasanya dimaksudkan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan pendapat, aspirasi, prespsi, keinginan, keyakinan, dll secara tertulis. Dan apabila dilakuakan dengan menggunakan lisan maka disebut wawancara. Untuk lebik baiknya ini digabungkan, antara liasan dan tilisan untuk memperkuat data.

  1. 3.    Skala

Skala merupakan alat untuk mengukur nilai/keyakinan, sikap dan hal-hal yang berkaitan dengan personological. 

 

  1. D.    Cara Menyusun Instrumen

Cara menyusun instrumen yaitu bertolak dari variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Indikator ini dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk memudahkan penyusunan instrumrn, maka perlu digunakan “matrik pengembangan instrumen “ atau “kisi-kisi instrumen”.

  1. E.     Contoh Judul Penelitian dan Instrumen yang Dikembangkan

Contoh judul penelitian dan instrumen yang dikembangkan yaitu:

“GAYA DAN SITUASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH SERTA PENGARUHNYA TERHADAP IKLIM KERJA ORGANISASI SEKOLAH”

Instrumennya yaitu:

  1. Instrumen untuk mengukur variabel gaya kepemimpinan
  2. Instrumen untuk mengukur variabel situasi kepemimpinan
  3. Istrumen untuk mengukur variabel iklim kerja organisasi.

 

  1. F.     Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji Validitas

Pengertian Validitas:

  1. 1.    Menurut Gronlund dan Linn (1990)

Validitas adalah ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi

  1. 2.    Menurut Anastasi (1990)

Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk, menyangkut; “What the test measure and how well it does”

  1. 3.    Menurut Arikunto (1995)

Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.

  1. 4.    Menurut Sukadji (2000)

Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur.

  1. 5.    Menurut Azwar (2000)

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya.

Pengertian Uji Validitas:

Menurut Sugiyono (2006)

Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian

Tujuan uji validitas:

  • Mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya.
  • Agar data yang diperoleh bisa relevan/sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran tersebut.

 

Valid merupakan istrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.  Istrumen yang mempunyai validitas internal bila kriteria yang ada dalam instrumen telah mencerminkan apa yang diukur. Instrumen yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria di dalam instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada. Istrumen yang harus mempunyai validitas isi adalah instrumen yang berbentuk test yang sering digunakan untuk mengukur prestasi belajar. Pengujian validitas digunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir.

Hasil penelitian yang reliabel bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Jadi instrumen yang reliabel dan valid merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan internal consistency dengan teknik belah dua yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown.

Macam instrumen yaitu instrumen yang berbentuk test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen nontest untuk mengukur sikap.

Uji Reliabilitas

Pengertian Reliabilitas:

  1. 1.    Menurut Sukadji (2000)

Reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefesien. Koefesien tinggi berarti reliabilitas tinggi.

  1. 2.    Menurut Anastasia dan Susana (1997)

Reliabilitas adalah sesuatu yang merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda.

  1. 3.    Menurut Sugiono (2005) dalam Suharto (2009)

Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.

  1. 4.    Menurut Suryabrata (2004)

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya.

  1. 5.    Menurut Gronlund dan Linn (1990)

Reliabilitas adalah ketepatan hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran.

Pengertian Uji Reliabilitas:

Menurut Husaini (2003)

Uji reliabilitas adalah proses pengukuran terhadap ketepatan (konsisten) dari suatu instrumen. Pengujian ini dimaksudkan untuk menjamin instrumen yang digunakan merupakan sebuah instrumen yang handal, konsistensi, stabil dan dependibalitas, sehingga bila digunakan berkali-kali dapat menghasilkan data yang sama. Tujuan dari uji reliabilitas yaitu menunjukkan konsistensi skor-skor yang diberikan skorer satu dengan skorer lainnya.

Menurut Djaali dan Pudji (2008) reliabilitas dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

  1. 1.    Reliabilitas konsistensi tanggapan

Reliabilitas ini mempersoalkan apakah tanggapan responden atau objek terhadap tes tersebut sudah baik atau konsisten. Jika hasil pengukuran kedua menunjukkan ketidakkonsistenan maka hal ini akan menunjukkan bahwa hasil ukur tes atau instrumen tersebut tidak dapat dipercaya atau tidak reliable serta tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk mengungkapkan ciri atau keadaan sesungguhnya dari objek pengukuran.

Ada tiga mekanisme untuk memeriksa reliabilitas tanggapan responden terhadap tes yaitu:

  1. 1.      Teknik test-retest ialah pengetesan dua kali dengan menggunakan suatu tes yang sama pada waktu yang berbeda.
  2. 2.      Teknik belah dua ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan dua kelompok item yang setara pada saat yang sama.
  3. 3.      Bentuk ekivalen ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan menggunakan dua tes yang dibuat setara kemudian diberikan kepada responden atau obyek tes dalam waktu yang bersamaan.

 

  1. 2.    Reliabilitas konsistensi gabungan item

Reliabilitas ini berkaitan dengan kemantapan atau konsistensi antara item-item suatu tes. Bila terhadap bagian obyek ukur yang sama, hasil ukur melalui item yang satu kontradiksi atau tidak konsisten dengan hasil ukur melalui item yang lain maka pengukuran dengan tes (alat ukur) sebagai suatu kesatuan itu tidak dapat dipercaya.

Koefesien reliabilitas konsistensi gabungan item dapat dihitung dengan menggunakan:

a)    Rumus Kuder-Richardson, yang dikenal dengan nama KR-20 dan KR-21.

b)    Rumus koefisien Alpha atau Alpha Cronbach.

c)    Rumus reliabilitas Hoyt, yang menggunakan analisis varian.

 

  1. G.    Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
  2. 1.    Pengujian validitas instrumen

a)    Pengujian validitas konstrak. Pengujian ini dapat digunakan pendapat dari ahli dan berdasarkan pengalaman empiris di lapangan selesai lalu diteruskan uji coba instrumen.

b)    Pengujian validitas isi untuk membandingkan isi instrumen  dengan materi pelajaran yang telah diajarkan.

c)    Pengujian validitas eksternal

Penelitian mempunyai validitas eksternal bila hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi yang diteliti.

  1. 2.    Pengujian reliabilitas instrumen

Pengujian ini dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara kesternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest, equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu.

penelitian pendidikan

Standard

Pengertian Penelitian

“Penelitian diartikan sebagai suatu proses pemgumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pengumpulan dan analisis data menggunakan metode-metode ilmah, baik yang bersifat kuantitatif ataupun kualitatif, eksperimental atau noneksperimental, interaktif atau noninteraktif.”

Menurut Mc Millan dan Schumacher dalam Nana Syaodih Sukmadinata, “ada lima langkah pengembangan pengetahuan melalui penelitian, yaitu (1) mengidentifikasi masalah penelitian, (2) melakukan studi empiris, (3) melakukan replikasi atau pengulangan, (4) menyatukan (sintesis) dan mereview, (5) menggunakan dan mengevaluassi oleh pelaksana.”

 

Pengertian Metode Penelitian Pendidikan

Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannnya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dala bidang pendidikan.

 

Jenis-jenis Penelitian

Jenis-jenis penelitian penelitian dapat dikelompokkan menurut bidang, tujuan, metode, tingkat eksplanasi (level of explanation) dan waktu.

Menurut bidang, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian akademis, profesional dan institusional. Dari segi tujuan, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian murni dan terapan. Dari segi metode peneitian dapat dibedakan menjadi penelitian survey, expostfacto, eksperimen, naturalistik, policy research, evaluation research, action research, sejarah, dan Research and Development (R&D).  Dari level of explanation dapat dibedakan menjadi penelitian deskriptif, komparatif, dan assosiatif. Dari segi waktu dapat dibedakan menjadi penelitian cross sectional dan longitudinal.

Penelitian menurut bidang

Penelitian menurut bidang dibagi menjadi 3 bidang, yaitu :

  1. Penelitian akademik

Penelitian akademik yaitu penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam membuat skripsi, tesis, dan disertasi. Tujuannya sebagai sarana edukatif. Variabel penelitian terbatas serta kecanggihan analisis disesuaikan dengan jenjang pendidikan S1, S2, maupun S3.

  1. Penelitian Profesional

Penelitian profesional yaitu penelitian yang dilakukan oleh orang yang berprofesi sebagai peneliti (termasuk dosen). Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan pengetahuan (ilmu, teknologi dan seni) baru. Sedangkan variabel penelitiannya lengkap, kecanggihan analisis disesuaikan dengan kepentingan masyarakat ilmiah.

  1. Penelitian Institusional

Penelitian institusional bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan lembaga.

 

Jenis-jenis penelitian dalam buku karangan Nana Syaodih Sukmadinata, dibedakan berdasarkan :

  1. Jenis penelitian berdasarkan pendekatan

Berdasarkan pendekatan, secara garis besar dibedakan dua macam penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Keduanya memiliki asumsi, karakteristik dan prosedur penelitian yang berbeda.

 

Asumsi tentang realita

–       Penelitian kuantitatif, didasarkan atas konsep positivisme yang bertolak dari asumsi bahwa realita bersifat tunggal, fixed, stabil, lepas dari kepercayaan dan perasaan-perasaan individual.

–       Penelitian kualitatif didasari oleh konsep konstruktivisme, yang memiliki pandangan bahwa realita bersifat jamak, menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisah.

 

Tujuan penelitian

–       Penelitian kuantitatif : untuk mencari hubungan dan mejelaskan sebab-sebab perubahan dalam fakta-fakta sosialyang terukur.

–       Penelitian kualitatif : untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari perspektif partisipan.

 

Metode dan proses penelitian

–       Penelitian kuantitatif

Penelitian kuantitatif memiliki serangkaian langkah-langkah atau prosedur baku yang menjadi pegangan para peneliti. Penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian tertutup, sudah tersusun sempurna sebelum pengumpulan data dilakukan.

–       Penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan strategi dan prosedur penelitian yang sangat fleksibel. Penelitian kualitatif menggunakan rancangan terbuka yang disempurnakan selama pengumpulan data.

 

            Kajian khas

–       Penelitian kuantitatif

Penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian eksperimen atau korelasional senagai kajian khasnya untuk mengurangi kekeliruan, bas, variabel-variabel ekstraneus.

–       Penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan kajian etnografis untuk memahami keragaman perspektif dalam situasi yang diteliti, sebagai ciri khasnya.

 

            Peranan peneliti

–       Penelitian kuantitatif

Dalam Penelitian kuantitatif, peneliti terepas dari objek yang ditelliti, malah dicegah jangan sampai ada hubungan atau pengaruh dari peneliti.

–       Penelitian kualitatif

Dalam Penelitian kualitatif, peneliti lebur dengan situasi yang diteliti.

 

  1. Jenis-jenis Penelitian berdasarkan fungsinya

1)    Penelitian Dasar

Penelitian dasar disebut juga peneltian murni atau penelitia pokok. Bertolak dari suatu teori, penelitian dasar diarahkan untuk mengetahui, menjelaskan, dan memprediksi fenomena-fenomena alam dan sosial.

Tujuan penelitian dasar adalah :

  • Menambah pengetahuan kita dengan prinsip-prinsip dasar dan hukum-hukum ilmiah
  • Meningkatkan pencarian dan metodologi ilmiah

2)    Penelitian Terapan

Penelitian Terapan berkenaan dengan kenyataan-kenyataan praktis, pnerapan dan pengembangan pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata.

Tujuan : mencari solusi tentang masalah-masalah dalam bidang tertentu.

3)    Penelitian Evaluatif

Penelitian evaluatif difokuskan pada suatu kegiatan dalam satu unit tertentu. Penelitian evaluatif dapat menambah pengetahuan tentang kegiatan tertentu, dan dapat mendorong penelitian atau pengembangan lebih lanjut.

 

  1. Jenis-jenis penelitian berdasarkan tujuannya

1)    Penelitian Deskriptif

Penelitian Deskriptif  ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya.

2)    Penelitian Prediktif

Penelitian Prediktif ditujukan untuk memprediksi atau memperkirakan apa yang akan terjadi atau berlangsung pada saat yang akan datang berdasarkan hasil analisis keadaan saat ini.

3)    Penelitian Improftif

Penelitian Improftif ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau menyempurnakan ssuatu keadaan, kegiatan, atau pelaksanaan suatu program.

4)    Penelitian Eksplanatif

Penelitian Eksplanatif ditujukan untuk memberikan penjelasan tentang hubungan antar fenomena atau variabel.

 

 

 

 

Macam-macam metode penelitian dalam Sugiyono (2012:10)

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penelitian dan pengembangan merupakan “jembatan” antara penelitian dasar dengan penelitian terapan, dimana penelitian dasar bertujuan untuk “to discover new knowledge about fundamental phenomena” dan applied research bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan. Walaupun ada kalanya penelitian terapan juga untuk mengembangkan produk. Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan mevalidasi suatu produk.

 

 

Basic Research              Research & Development                Applied Research

 

 
   

 

 

 

            Penemuan ilmu                               Penemuan,                           Menerapkan

            Baru                                          Pengembangan dan                    ilmu/produk

                                                                 Pengujian produk

 

Gambar 1.1 Penelitian dan pengembangan merupakan “jembatn” antara basic research daan applied research

 

Selanjutnya menurut Borg and Gall dalam Sugiyono (2012:11), “One way to bridge the gap between research and practice in education is to Research & Development”. Pada umumnya penelitian R & D bersifat longitudinal (beberapa tahap). Untuk penelitian analisis kebutuhan digunakan metode penelitian dasar (basic research). Selanjutnya, untuk menguji produk yang masih bersifat hipotetik tersebut, digunakan eksperimen, atau action research. Setelah produk teruji, maka dapat diaplikasikan. Proses pengujian produk dengan eksperimen tersebut, dinamakan penelitian terapan (applied research).

Metode penelitian eksperimen, survey dan naturalistik/ kualitatif juga dapat ditempatkan dalam satugaris kontinum, seperti ditunjukkan pada

 

Metode                                                           Metode                                   Metode

Eksperimen                                                   Survey                                   Naturalistik

 

 

 

Gambar 1.2. Kedudukan metode penelitian Eksperimen, Survey, dan Natralistik

 

Dari gambar 1.2 berikut terlihat bahwa, metode penelitian eksperimen sangat tidak alamiah/natural karena tempat penelitian di laboratorium  dalam kondisi yang terkontrol sehingga tidak terdapat pengaruh dari luar. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu. Metode penelitian naturalistik/ kualitatif, digunakan untuk meneliti pada tempat yang alamiah dan penelitian tidak membuat perlakuan karena peneliti dalam mengumpulkan data bersifat emic, yaitu berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandanagan peneliti.

 

Berdasarkan jenis-jenis penelitian seperti tersebut dii atas, maka dapat dikemukakan sisini bahwa, yang termasuk dalam metode kuatitatif adalah metode penelitian eksperimen dan survey, sedangakan yang termassuk dalam metode kualitatif, yaitu metode naturalistik. Penelitian untuk basicresearch pada umumnya menggunakan metodee eksperimen dan kualitatif, applied reserach menggunakan eksperimen dan survey, dan R&D dapat menggunakan survey, kualitatif, dan eksperimen.

 

Pengertian Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Metode penelitian kualitatif adalah metoe penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

 

Perbedaan penelitian kuantitatif dan kualitatif

Untuk memahami   metode penelitian kualitaif dan kuantitatif secara lebih mendalam, maka hars diketahui perbedaannya. Perbedan antara metode kualitatif dengan kuantitatif meliputi tiiga hal, yaitu perbedaan tentng aksioma, proses penelitian, dan karakteristik penelitian itu sendiri.

  1. Perbedaan aksioma

Aksioma adalah pandangan dasar. Aksioma penelitian kuantitatif dan kualitatif meliputi aksioma tentang realitas, hubungan peneliti dengan yang diteliti, hubungan variabel, kemungkinan generalisasi, dan peranan nilai. Dibawah ini merupakan perbedaan aksioma antara penelitian kualitatif dan kuantitatif :

 

Aksioma Dasar

Metode Kuantitatif

Metode Kualitatif

Sifat Realitas

Dapat diklasifikasikan, konkrit, teramati, terukur

Ganda, holistik, dinamis, hasil konstruksi dan pemahaman

Hubungan peneliti dengan yang diteliti

Independen, supaya terbangun obyektivitas

Interaktif dengan sumber data supaya memperoleh makna

Hubungan variabel

Sebab-akibat (kausal)

Timbal balik/interaktif

Kemungkinan generalisasi

Cenderung membuat generalsasi

Transferability (hanya mungkin dalam ikatan konteks dan waktu)

Peranan nilai

Cenderung bebas nilai

Terikat nilai-nilai yang dibawa peneliti dan sumber data

 

  1. Karakteristik Penelitian

Karakteristik penelitian kualitatif  menurut Bogdan and Biklen dalam Sugiyono (2012:21) adalah sebagai berikut :

  1. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument
  2. Qualitative research is desriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number.
  3. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products.
  4. Qualitative research tend to analyze their data inductively
  5. “meaning” is of essential to the qualitative approach

Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikemukakan bahwa penelitian kualitatif itu :

  1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti aadalah instrumn kunci.
  2. Penelitian lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
  3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk.
  4. Penelitian kualitatiif lebih menekankan makna.

Untuk memahami secara lebih jelas dan rinci tentang metode kualitatif, maka perlu memahami perbedaan antar kedua metode tersebut. Perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat dilihat dengan cara membandingkan antara kedua metode tersebut. Berikut dikemukakan perbedaan karakteristik antara metode kualitatif dan kuantitatif :

 

Metode Kuantitatif

Metode Kualitatif

Aspek

  1. Spesifik, jelas, rinci
  2. Ditentukan secara mantap sejak awal
  3. Menjadi pegangan langkah demi langkah
  1. Umum
  2. Fleksibel
  3. Berkembang dan muncul dalam proses penelitian

Tujuan

  1. Menunjukkan hubungan antar variabel
  2. Menguji teori
  3. Mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif
  1. Menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif
  2. Menemukan teori
  3. Menggambarkan realitas yang kompleks
  4. Memperoleh pemahaman makna

Teknik pengumpulan data

  1. Keusioner
  2. Observasi dan wawancara terstruktur
  1. Participant observation
  2. In dept interview
  3. Dokumentasi
  4. Tringulasi

Instumen penelitian

  1. Test, angket, wawancara terstruktur
  2. Instrumen yang telah terstandar
  1. Penelti sebagai instrumen
  2. Buku catatan, tape recorder, camera, handycam, dan lain-lain

Data

  1. Kuantitatif
  2. Hasil pengukurann variabel yang dioperasionalkan dengan menggunakan instumen
  1. Deskriptif kualitatif
  2. Dokumen pribadi, catatan lapangan, ucapa, dan tindakan responden, dokumen dan lain-lain

Sampel

  1. Besar
  2. Representatif
  3. Sedapat mungkin random
  4. Ditentukan sejak awal
  1. Kecil
  2. Tidak representatif
  3. Purposive, snowball
  4. Berkembang selama proses penelitian

Analisis

  1. Setelah selesai pengumpulan data
  2. Deduktif
  3. Menggunakan statistik untuk menguji hipotesis
  1. Terus menerus sejak awal sampai akhir penelitian
  2. Induktif
  3. Mencari pola, model, tema, teori

Hubungan dengan responden

  1. Dibuat berjarak,bahkan sering tanpa kontak supaya obyektif
  2. Kedudukan peneliti lebih tinggi dari responden
  3. Jangka pendek sampai hipotesis dapat dibuktikan
  1. Empati, akrab supaya memperoleh pemahaman yang mendalam
  2. Kedudukan sama bahkan sampai sebagai guru, konsultan
  3. Jaangka lama, sampai datanya jenuh, dapat ditemukan hipotesis atau teori

Usulan desain

  1. Luas dan rinci
  2. Literatur  yang berhubungan dengan masalah, dan variabel yang diteliti
  3. Prosedur yang spesifik dan rinci langkah-langkahnya
  4. Masalah dirumuskan dengan spesifik dan jelas
  5. Hipotesis dirumuskan dengan jelas
  6. Ditulis secara rinci dan jelas sebelum terjun ke lapangan
  1. Singkat, umum bersifat sementara
  2. Literatur yang digunakan bersifat sementara, tidak menjadi pegangan utama
  3. Prosedur bersiifat utama, seperti akan merencanakan tour/piknik
  4. Masalah bersifat sementara dan akan ditemukan setelah studi pendahuluan
  5. Tidak dirumuskan hipotesis, karena justru akan menemukan hipotesis
  6. Fokus penelitian ditetapkan setelah diperoleh data awal dari lapangan

Kapan penelitian dianggap selesai?

Setelah semua kegiatan yang direncanakan dapat diselesaikan

Setelah tidak ada data yang dianggap baru/jenuh

Kepercayaan terhadap hasil penelitian

Pengujian validitas dan realibilitas instrumen

Pengujian kredibilitas, depenabilitas, proses dan hasil penelitian

 

Proses penelitian

Perbedaan anatara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif juga dapat dilihat dari proses penelitian. Proses dalam metode penelitian kuantitatif bersifat linier dan kualitatif bersifat sirkuler.

  1. Proses Penelitian Kuantitatif

Penelitian pada prinsipnya adalah untuk menjawab masalah. Penelitian kuantitatif bertolak dari studi pendahuluan dari objek yang diteliti (preliminary study) untuk mendapatkan yang betul-betul masalah. Supaya peneliti dapat menggali masalah dengan baik, maka peneliti harus menguasai teori melalui membaca berbagai referensi. Selanjutnya, supaya masalah dapat dijawab, maka dengan baik masalah tersebut dirumuskan secara spesifik dan pada umumnya dibuat dalam bentuk kalimat tanya.

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (hipotesis). Jadi, kalau jawaban terhadap rumusan masalah yang baru diddasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual), maka jawaban itu disebut hipotesis.

Berdasarkan proses penelitian kuantitatif di atas, maka tampak bahwa proses penelitian kuatitatif bersifat linier, dimana langkah-langkahnya jelas, mulai dari rumusan masalah, berteori, berhipotesis, mengumpulkan data, analisis data dan membuat kesimpulan dan saran.

Penggunaan konsep ddan teori yang relevan serta pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang mendahului guna menyusun hipotesis merupakan aspek logika (logico hypothetico), sedangkan pemilihan metode penelitian, menyusun instrument, mengumpulkan data dan analisisnya adalah merupakan aspek metodologi untuk menverifikasikan hipotesis yang diajukan.

 

  1. Proses Penelitian Kualitatif

Peneliti kualitatif belum memiliki masalah atau keinginan yang jelas, tetapi dapat langsung memasuki objek/lapangan. Pada waktu memasuki objek, peneliti tentu masih merasa asing terhadap objek tersebut. Setelah memasuki objek, peneliti kualiatatif akan melihat segala sesuatu yang ada di tempat itu yang masih berrsifat umum.

Pada pertama yang disebut tahap orientasi atau deskripsi, peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan ditanyakan. Mereka baru mengenal serba sepintas terhadap informasi yang diperolehnya.

Pada tahap 2, tahap reduksi/focus, peneliti mereduksi segala informasi yang telah diperoleh pada tahap pertama. Pada proses reduksi ini, peneliti mereduksi data yang ditemukan pada tahap I untuk memfokuskan pada masalah tertentu. Pada tahap ini, peneliti menyortir data dengan cara memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Data yang dirasa tidak dipakai disingkirkan.

Proses penelitian kualitatif, pada tahap ke 3 adalah tahap selection. Pada tahap ini penelitimenguraikan focus yang telah ditetapkan lebih rinci. Setelah melakuan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi yang diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara mengkonstruksikan data yang diperoleh menjadi sesuatu bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu yang baru.

Hasil akhir dari penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan data atau informasi yng sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus mampu menghasilakan informasi-informasi yang bermakna, bahkan hipotesis atau ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi maslah dan meningkatkan taraf hidup manusia.

Proses memperoleh data atau informasi pada setiap tahapan (deskripsi, reduksi, seleksi) tersebut dilakuakan secara sirkuler, berulang-ulang dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber.

Ruang Lingkup Penelitian Pendidikan

  1. Pengertian dan Pendidikan

Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulai, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.

Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,  berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjdai warganegara yang demokratis, serta bertanggung jwab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

  1. Ruang Penelitian Pendidikan

Ruang lingkup penelitian pendidikan di Indonesia meliputi penelitian pada tingkat kebijakan, tingkat managerial dan institusional.

Pada lingkup kebijakan pendidikan, penelitian pendidikan terdapat enam bidang, yaitu:

  1. Perumusan kebijakan tentang pendidikan yang dilakukan oleh MPR Kebijakan Presiden dan DPR tentang Pendidikan
  2. Kebijakan Mendiknas tentang Pendidikan
  3. Kebijakan Dirjen, Gubernur, Bupati, Walikota, Diknas tentang pendidikan
  4. Implementasi kebijakan pendidikan
  5. Output dan Outcome Kebijakan Pendidikan

 

 

Pada lingkup manajerial, penelitian pendidikan meliputi bidang:

  1. Perencanaan pendidikan pada tingkat nasional, propinsi/kabupaten/kota dan lembaga
  2. Organisasi Diknas, Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota dan institusi pendidikan
  3. Kepemimpinan Pendidikan
  4. Ekonomi Pendidikan
  5. Bangunan pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan
  6. Hubungan kerjasama antar lembaga pendidikan
  7. Koordinasi pendidikan dari pusat ke daerah
  8. SDM tenaga kependidikan
  9. Evaluasi pendidikan
  10. Kearsipan, perpustakaan dan musium pendidikan

Pada tingkat institusional lingkup penelitian meliputi berbagai bidang, yaitu :

  1. Aspirasi masyarakat dalam memilih pendidikan
  2. Pemasaran lembaga pendidikan
  3. Sistem seleksi murid baru
  4. Kurikulum, silabe
  5. Teknologi pembelajaran
  6. Media pendidikan, buku ajar, dll
  7. Penampilan mengajar guru
  8. Manajemen kelas
  9. Sistem evaluasi belajar
  10. Sistem ujian akhir
  11. Kuantitas dan kualitas lulusan
  12. Manajemen kelas
  13. Unit Produksi
  14. Perkembangan karir lulusan
  15. Pembiayaan pendidikan
  16. Profil pekerjaan dan tenaga kerja DUDI
  17. Kebutuhan masyarakat akan lulusan pendidikan

 

Jadi, pendidikan itu tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga di masyarakat yang memerlukan institusi sekolah dan masyarakat yang menggunakan lulusan sekolah. Penelitian pada bidang pendidikan juga dapat dilakuakan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu, dengan menggunakan berbagai metode pendidikan, seperti yang telah dikemukakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROFESI KONSELING

Standard

PROFESI KONSELING

Pengertian

Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut dari adanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu.

Syarat-syarat suatu profesi :

  • Melibatkan kegiatan intelektual.
  •  Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  • Memerlukan persiapan profesional yang dalam dan bukan sekedar latihan.
  • Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
  • Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
  • Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
  • Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
  • Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu untuk memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi konseling merupakan suatu pekerjaan, jabatan, atau keahlian khusus yang dilakukan oleh seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman (konselor) terhadap individu-individu yang membutuhkan (klien), agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.

 

Hakikat Konselor

Konselor pendidikan adalah konselor yang bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik IndonesiaNomor 20 tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.

Konselor pendidikan semula disebut sebagai Guru Bimbingan Penyuluhan (Guru BP). Seiring dengan perubahan istilah penyuluhan menjadi konseling, namanya berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK). Untuk menyesuaikan kedudukannya dengan guru lain, kemudian disebut pula sebagai Guru Pembimbing.

Setelah terbentuknya organisasi profesi yang mewadahi para konselor, yaitu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN), maka profesi ini sekarang dipanggil Konselor Pendidikan dan menjadi bagian dari asosiasi tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

A. KOMPETENSI KONSELOR

 

Dari berbagai definisi kompetensi, terdapat persamaan makna yaitu the ability to do or perform something well dan the ability to function effectively in a job of life roles (Schalock, 1981: Harris, 1995 dalam Ansyar, 2005). Brojonegoro (2005) misalnya mengutip SK Mendiknas 045/U/2002, mengartikan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tangung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas di bidang tertentu. Nurhadi, Yasin, B. & Senduk, A.G. (2004) memaknai kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang tercermin dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dalam kaitan itu, siswa yang kompeten adalah siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu. MacAsham menyimpulkan bahwa kompetensi terbentuk dari konstitusi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai (sikap) yang menjadikan seorang sukses dalam hidupnya (Hasan, 2002). Kompetensi itu yang menjadikan seseorang fungsional di masyarakat (functional competence), profesional dalam pekerjaan (vocational competence), dan berkembang dalam hidupnya (study skill). Jadi, kompetensi merupakan hasil konstruksi kemampuan (compose skill) sehingga seseorang mampu; (1) melaksanakan pekerjaan sesuai peran, posisi atau profesi, (2) mentransfer ke tugas dan situasi baru, serta (3) melanjutkan studi dan mencapai kedewasaan diri (Harris, et.al., 1995 dalam Ansyar, 2005).

 

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Depdiknas, 2005a), dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Depdiknas, 2005b), dikemukakan empat kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran. Kompetensi tersebut mencakup kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan pendidik membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidkan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

 

Konselor pada hakikatnya seorang psychological-educator, yang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (Depdiknas, 2003), dimasukkan sebagai kategori pendidik. Oleh karena itu konselor juga harus memiliki kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi paedagogik bagi konselor dimaknai sebagai kemampuan membantu peserta didik untuk memahami diri, menerima diri, dan mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya secara utuh, serta mengaktualisasikan potensi dirinya. Kompetensi kepribadian bagi seorang konselor sama dengan kompetensi kepribadian pendidik pada umumnya. Kompetensi profesional konselor adalah penguasaan konselor atas karakteristik pribadi peserta didik, materi bimbingan yang inheren pada pribadi peserta didik, teknik membantu, dan sejumlah kompetensi tambahan lainnya yang secara simultan mengarah ke konseling yang peduli terhadap kemaslahatan peserta didik. Sedangkan yang terakhir, kompetensi sosial konselor sama dengan kompetensi sosial pendidik pada umumnya.

 

Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka konselor terikat dengan kompetensi yang harus dikembangkan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Sehubungan dengan hal itu, kompetensi yang harus menjadi pegangan oleh konselor adalah Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) dalam konteks PP 19/2005.

 

Setiap konselor dalam kehidupan kesehariannya, baik sebagai pribadi maupun dalam menjalankan tugasnya, terikat oleh SKKI yang dijabarkan dalam kaitannnya dengan PP 19/2005, sebagai berikut:

1. Kompetensi Paedagogik (PP 19/2005)
Pada kompetensi paedagogik ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:
1. Memahami landasan keilmuan pendidikan (filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi)

  1. Memahami hakikat kebenaran dan sistem nilai yang mendasari proses-proses pendidikan
  2. Memahami proses pembentukan perilaku individu dalam proses pendidika
  3. Memahami karakteristik individu berdasar usia, gender, ras, etnisitas, status sosial, dan ekonomi dan ekonomi dapat mempengaruhi individu dan kelompok

2. Menguasai konsep dasar dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan

  1. Memahami hubungan antar unsur-unsur pendidikan (pendidik, peseerta didik, tujuan pendidikan, metode pendidikan, dan lingkungan pendidikan
  2. Mampu memilih dan menggunakan alat-alat pendidikan (kewibawaan, kasih sayang, kelembutan, keteladanan, dan hukuman yang mendidik)

 

2. Kompetensi Kepribadian
Pada kompetensi kepribadian ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:
1. Menampilkan keutuhan kepribadian konselor

  1. Menampilkan perilaku membantu berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Mengkomunikasikan secara verbal dan atau nonverbal minat yang tulus dalam membantu orang lain
  3. Mendemonstrasikan sikap hangat dan penuh perhatian
  4. Secara verbal dan nonverbal mampu mengkomunikasikan rasahormat konselor terhadap klien sebagai pribadi yang berguna dan bertanggung jawab
  5. Mengkomunikasikan harapan, mengekspresikan keyakinan bahwa klien memiliki kapasitas untuk memecahkan problem, menata dan mengatur hidupnya, dan berkembang.
  6. Mendemonstrasikan sikap empati dan atribusi secara tepat
  7. Mendemonstrasikan integritas dan stabilitas kepribadian serta control diri yang baik
  8. Memiliki toleransi yang tinggi terhadap stress dan frustrasi
  9. Mendemonstrasikan berfikir positif terhadap orang lain dan lingkungannya

2. Berperilaku etik dan professional

  1. Menyadari bahwa nilai-nilai pribadi konselor dapat mempengaruhi respon-respon konselor terhadap klien
  2. Menghindari sikap-sikap prasangka dan pikiran-pikiran stereotipe terhadap klien
  3. Tidak memaksakan nilai-nilai pribadi konselor terhadap klien
  4. Memahami kekuatan dan keterbatasan personal dan professional
  5. Mengelola diri secara efektif
  6. Bekerja sama secara produktif dengan teman sejawat dan anggota profesi lain
  7. Secara konsisten menampilkan perilaku sesuai dengan kode etik profesi

 

3. Kompetensi Profesional
Selanjutnya, pada kompetensi profesional ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:
1.  Memiliki komitmen untuk meningkatkan kemampuan professional

  1. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang secara etik dapat dipertanggungjawabkan bagi semua klien
  2. Berperilaku objektif terhadap pandangan, nilai-nilai, dan reaksi emosional klien yang berbeda dengan konselor
  3. Memiliki inisiatif dan terlibat dalam pengembangan profesi dan pendidikan lanjut untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan professional
  4. Memiliki kepedulian untuk aktif dalam organisasi profesi konseling
    1. Memahami kaidah-kaidah perilaku individu dan kelompok
      a. Menjelaskan mekanisme perilaku menurut berbagai pendekatan
      b. Menjelaskan dinamika perilaku individu dan kelompok
      c. Menjelaskan hubungan antara motivasi dan emosi
      d. Menjelaskan mekanisme pertahanan diri
    2. Memahami konsep kepribadian
      a. Menjelaskan proses pembentukan pribadi
      b. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
      c. Menjelaskan bentuk-bentuk gangguan kepribadian individu
    3. Memahami konsep dan prinsip-prinsip perkembangan individu
      a. Menjelaskan prinsip-prinsip perkembangan
      b. Menjelaskan proses perkembangan individu
      c. Menjelaskan aspek-aspek perkembangan
      d. Menjelaskan fase dan tugas perkembangan
      e. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
    4. Mampu memfasilitasi perkembangan individu
      1. Memilih strategi intervensi perkembangan individu yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik individu
      2. Mampu merekayasa lingkungan
      3. Memahami hakikat dan makna asesmen
        1. Memahami perspektif historis asesmen sebagai awal layanan
        2. Menunjukkan alasan dan pentingnya asesmen
        3. Menunjukkan bukti kebenaran, jenis kebenaran, dan hubungan antar kebenaran secara objektif
        4. Memahami konsep validitas, reliabilitas, dan daya beda dalam pengembangan instrument
        5. Memahami konsep statistika dalam asesmen meliputi timbangan pengukuran, ukuran kecondongan terpusat, indeks variabilitas, bentuk dan jenis distribusi, serta korelasi
        6. Memahami teori kesalahan pengukuran, model dan penggunaan informasi keterandalan, serta hubungan antara kebenaran dengan keterandalan
        7. Memilih strategi dan teknik asesmen yang tepat
    5. Memahami teknik-teknik asesmen melalui tes meliputi: jenis, kelebihan dan kekurangan, dan karakteristik masing-masing perilaku yang diungkap oleh teknik tersebut
    6. Memahami teknik-teknis asesmen non tes meliputi: macamnya, kelebihan dan kekurangan, dan karakteristik masing-masing perilaku yang diungkap oleh teknik tersebut
    7. Mampu memiliki teknik-teknik asesmen sesuai dengan pertimbangan usia, gender, orientasi seksual, etnik, kultur, agama, dan factor lain dalam asesmen individual, kelompok, dan populasi spesifik.
      1. Mengadministrasikan asesmen dan menafsirkan hasilnya
        1. Mampu menggunakan tes psikologis dan menginterpretasikan hasilnya
        2. Mampu menggunakan instrumen non-tes dalam asesmen psikologis dan menginterpretasikan hasilnya
        3. Mampu mengelola konferensi kasus dalam alur asesmen
        4. Mampu menggunakan komputer dan teknologi informasi sebagai alat bantu asesmen
        5. Mampu melakukan pendokumentasian hasil asesmen secara sistematis dan mudah diakses
        6. Memanfaatkan hasil asesmen untuk kepentingan bimbingan dan konseling
    8. Mampu memilih hasil asesmen untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling
    9. Mampu memprediksi perkembangan individu dan atau kelompok dalam menghadapi perubahan
    10. Mengelola konferensi kasus dalam alur asesmen
      1. Mengembangkan instrumen asesmen
        1. Mengembangkan instrumen tes
        2. Mengembangkan instrumen non-tes
    11. Memahami konsep dasar, landasan, azas, fungsi, tujuan dan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
    12. Mampu menjelaskan konsep dasar bimbingan dan konseling

b. Mampu menjelaskan landasan filosofis, religius, psikologis, sosial budaya, ilmiah, dan teknologis, serta landasan paedagogis

  1. Mampu menjelaskan azas-azas bimbingan dan konseling

d. Mampu menjelaskan fungsi bimbingan dan konseling

  1. Mampu menjelaskan tujuan bimbingan dan konseling
  2. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
    1. Memahami bidang-bidang garapan bimbingan dan konseling
    2. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling pribadi-sosial
    3. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling belajar
    4. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling karir
      1. Menguasai pendekatan dan teknik teknik bimbingan dan konseling
      2. Mampu menjelaskan berbagai macam pendekatan dalam bimbingan dan konseling
      3. Mampu memilih pendekatan bimbingan dan konseling secara tepat dan mempraktikkannya sesuai dengan keadaan klien
      4. Terampil menggunakan teknik-teknik bimbingan dan konseling individual
      5. Terampil menggunakan teknik-teknik bimbingan dan konseling kelompok
    5. Mampu menggunakan dan mengembangkan alat dan media bimbingan dan konseling
      1. Memahami berbagai alat dan media dalam bimbingan dan konseling
      2. Mampu mengembangkan berbagai alat dan media bimbingan dan konseling
      3. Mampu menggunakan dan mengambangkan model-model layanan bimbingan dan konseling berbasis teknologi
    6. Memiliki pengetahuan dan keterampilan perencanaan program bimbingan dan konseling
      1. Menerapkan prinsip-prinsip perencanaan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling
      2. Mampu melakukan penilaian kebutuhan layanan bimbingan dan konseling
      3. Menentukan tujuan dan menentukan prioritas program bimbingann dan konseling
      4. Menyusun program bimbingan dan konseling
      5. Mampu mengorganisasikan dan mengimplemetasikan program bimbingan dan konseling
        1. Mengidentifikasi personalia dan sasaran program bimbingan dan konseling secara tepat
        2.  Mengkoordinasikan dan mengorganisasikan personalia dan sumber daya yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling secara maksimal
        3. Melaksanakan program bimbingan dan konseling dengan melibatkan partisipasi aktif seluruh komponen yang terkait
        4. Mampu mengevaluasi program bimbingan dan konseling
          1. Mereview program bimbingan dan konseling berdasarkan standar penyelenggaraan program
          2. Mampu menggunakan pendekatan evaluasi program bimbingan dan konseling secara tepat
          3.  Mengkoordinasikan kegiatan evaluasi program bimbingan dan konseling
          4.  Membuat rekomendasi yang tepat untuk perbaikan dan pengembangan program bimbingan dan konseling
          5. Mendiseminasikan hasil dan temuan-temuan evaluasi penyelenggaraan program bimbingan dan konseling kepada pihak yang berkepentingan
          6. Mengontrol implementasi program bimbingan dan konseling agar senantiasa berjalan sesuai desain perencanaan program
          7. Mampu mendesain perbaikan dan pengembangan program bimbingan dan konseling
            1. Memanfaatkan hasil evaluasi program bimbingan dan konseling untuk perbaikan dan pengembangan program
            2. Menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan program bimbingan dan konseling
            3. Memahami berbagai jenis dan metode riset
            4. Mampu menjelaskan konsep, prinsip, dan metode riset
            5. Mendesain dan mengimplementasikan riset
              1. Mampu merancang riset bimbingan dan konseling
              2. Mengidentifikasi masalah
              3. Merumuskan masalah
              4. Menentukan kerangka fikir riset
              5. Merumuskan tujuan dan manfaat hasil riset
              6. Menentukan pendekatan riset
              7. Menentukan subjek riset
              8. Menentukan prosedur dan mengembangkan teknik pengumpulan data
              9. Menentukan teknik analisis data
                1. Melaksanakan riset bimbingan dan konseling
                  1. Mengumpulkan data riset
                  2. Mengolah dan menganalisis data
                  3. Melaporkan hasil riset
                  4. Memanfaatkan hasil riset dalam bimbingan dan konseling
                  5. Mampu membaca dan menafsirkan hasil riset
                  6. Mampu memanfaatkan hasil riset untuk pengembangan bimbingan dan konseling

 

4. Kompetensi Sosial
Dan terakhir, pada kompetensi sosial ini, sub kompetensi dan indikatornya (SKKI), adalah sebagai berikut:

1. Menguasai landasan budaya

  1. Memahami perbedaan-perbedaan budaya (usia, gender, ras, etnisitas, status sosial, dan ekonomi) dapat mempengaruhi individu dan kelompok
  2. Memahami dan menunjukkan sikap penerimaan terhadap perbedaan sudut pandang subjektif antara konselor dengan klien
  3.  Peka, toleran dan responsif terhadap perbedaan budaya klien
    1. Menampilkan keutuhan pribadi konselor
      1. Mengkomunikasikan secara verbal dan atau nonverbal minat yang tulus dalam membantu orang lain
      2. Mendemonstrasikan sikap hangat dan penuh perhatian
      3. Secara verbal dan nonverbal mampu mengkomunikasikan rasahormat konselor terhadap klien sebagai pribadi yang berguna dan bertanggung jawab
      4. Mengkomunikasikan harapan, mengekspresikan keyakinan bahwa klien memiliki kapasitas untuk memecahkan problem, menata dan mengatur hidupnya, dan berkembang
      5. Menampilkan perilaku etik dan professional
        1. Bekerja sama secara produktif dengan teman sejawat dan anggota profesi lain.

 

Kompetensi konselor yaitu:

  1. A.    Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani
    1. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum
    2. Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi
    3. Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya
    4. Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya
    5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya.
    6. Toleran terhadap permsalahan konseli
    7. Bersikap demokratis

 

B.     Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling

  1. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling
  2. Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya.
  3. Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran.
  4. Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan

 

  1. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur,

jenjang, dan jenis satuan pendidikan

  1. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal, non formal, dan informal
  2. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
  3. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah.

 

  1. Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling
    1. Memahami berbagai jenis dan metode penelitian.
    2. Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling.
    3. Melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling.
    4. Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling.

 

4.    Menguasai kerangka teori dan praksis bimbingan dan konseling .

  1. Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling.
  2. Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling.
  3. Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling.
  4. Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja.
  5. Mengaplikasikan pendekatan/model/ jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
  6. Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.

 

C.    Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan

1. Merancang program bimbingan dan konseling

  1. Menganalisis kebutuhan konseli.
  2. Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan..
  3. Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling
  4. Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling

 

  1. Mengimplemantasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif.
  2. Melaksanakan program bimbingan dan konseling.
  3. Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam layanan bimbingan dan konseling.
  4. Memfasilitasi perkembangan akdemik, karier, personal, dan sosial konseli.
  5. Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling.

 

3. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling

  1. Melakukan evaluasi hasil, proses dan program bimbingan dan konseling.
  2. Melakukan penyesuaian proses layanan bimbingan dan konseling.
  3. Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait.
  4. Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling.

 

4. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan masalah

  1. Menguasai hakikat asesmen.
  2. Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan layanan bimbingan dan konseling .
  3. Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling.
  4. Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalahmasalah konseli
  5. Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli
  6. Memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan.
  7. Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling
  8. Mengunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat.
  9. Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen.

 

D.    Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan

1.Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

  1. Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Konsisten dalam menjalankan kehidupan bergama dan toleran terhadap pemeluk agama laian.
  3. Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.

 

 

2. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.

  1. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah dan konsisten)
  2. Menampilkan emosi yang stabil.
  3. Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan.
  4. Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi.
  5. Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif.
  6. Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri.
  7. Berpenampilan menarik dan menyenangkan.
  8. Berkomunikasi secara efektif.

 

3. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional

  1. Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional.
  2. Menyelenggarakan layanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor.
  3. Mempertahankan obyektivittas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli.
  4. Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan.
  5. Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi.
  6. Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor.

 

4. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja

  1. Memahami dasar, tujuan, organisasi dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/ madrasah di tempat bekerja
  2. Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja.
  3. Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi)

 

5. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

  1. Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi.
  2. Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling.
  3. Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi.

 

6. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi

  1. Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain.
  2. Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling.
  3. Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain.
  4. Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai keperlu

 

 

B.PERSYARATAN KONSELOR

 

Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang dalam kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruktusional dan kurikuler, dan pembinaan siswa. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administrative dan pengajaran dengan mengabaikan bidang bimbingan hanya akan menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik namun kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual. Oleh sebab itu, adanya bimbingan dan konseling secara langsung antara seorang konselor dengan konseli atau klien sangat dibutuhkan. Pentingnya bimbingan dalam pendidikan, menuntut seorang konselor memiliki syarat-syarat yang selayaknya ia miliki sebagai seorang pembimbing untuk kelancaranya dalam melaksanakan bimbingan konseling

.

1.      Syarat-Syarat Pembimbing (Konselor) di Sekolah

Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa: petugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi :

a.       Kepribadian,

b.      Pendidikan,

c.       Pengalaman kerja,

d.      Kemampuan.

Berdasarkan kualifikasi tersebut,untuk memilih dan mengangkat seorang petugas bimbingan (konselor) di sekolah harus memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan kepribadiannya, pendidikannya,pengalamannya, dan kemampuannya.

1.)    Kepribadian Petugas Bimbingan

Syarat petugas bimbingan di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor.Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik.Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh.Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor. Polmantier (1966) telah mengadakan survei dan studi mengenai sifat-sifat kepribadian konselor menyatakan:

a.    Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.

b.   Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan social

c.    Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.

d.   Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.

e.   Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.

f.    Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.

Jones menyebutkan 7 sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor:

a.)    Tingkah laku yang etis

b.)    Kemampuan intelektual

c.)    Keluwesan (flexibility)

d.)    Sikap penerimaan (acceptance)

e.)    Pemahaman (understanding)

f.)     Peka terhadap rahasia pribadi

g.)    Komunikasi

Situasi konseling menuntut reaksi yang adekuat dari pihak konselor, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaanya sendiri.

2.)   Pendidikan
              Seorang guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3.Atau sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Seorang guru pembimbing atau konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling. Syarat pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor.Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling keterampilan komunikasi sosial dan konseling.

3.)    Pengalaman
              Seorang konselor harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun mengajar, banyak membimbing berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam organisasi. Corak pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya mendiagnosis dan mencari alternative solusi terhadap klien.

4.)    Kemampuan
              Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi).M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif.

 

2.      Ciri-ciri Kepribadian Konselor

              Carlekhuff menyebutkan sembilan sifat kepribadian dalam diri konselor yang dapat menumbuhkan orang lain, yaitu :

a.       Empati

              Empati adalah kemampuan sesorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinya menunjukkan sifat yang sevara nyata dan berarti merusak hubungan antarpribadi.

b.      Respek

              Respek menunjukkan secara tak langsung bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Hal ini mengandung arti juga bahwa konselor menerima kenyataan; setiap konseli mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan, dan mampu membuat keputusannya sendiri.

c.       Keaslian (Genuiness)

Keaslian merupakan kemampuan konselor manyatakan dirinya secara bebas dan mendalam tanpa pura-pura, tidak bermain peran, dan tidak mempertahankan diri. Konselor yang demikian selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunya sederhana, lugu dan wajar.

d.      Kekonkretan (Concreteness)

Kekonkretan menyatakan ekspresi yang khusus mengenai parasaan dan pengalaman orang lain. Seorang konselor yang memilki kekonkretan tinggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi. Gagasan pikiran dan pengalamannya diselidiki secara mendalam. Konselor yang memilki kekonkretan selalu memelihara keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli melarikan diri dari masalah yang dihadapinya.

e.       Konfrontasi (Confrontation)

              Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau antara yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu. Variabel ini tidak dikontrol sepenuhnya oleh konselor, tetapi hal ini dapat dilaksanakan jika konselor merasakan cocok untuk dikonfrontasikan. Dalam situasi konseling umpanya terdapat banyak macam kemungkinan untuk dikonfrontasi.

f.       Membuka Diri

              Membuka diri adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinya kepada konseli dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan masalah konseli.

g.      Kesanggupan (Potency)

              Kesanggupan dinyatakan sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia dengan jelas tampak menguasai dirinya dan ia mampu menyalurkan kompetensinyan dan rasa aman kepada konseli.

h.      Kesiapan (Immediacy)

              Kesiapan adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada waktu kini dan disini. Tingkat kesiapan yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hunungan antarpribadi yang terjadi antara konselor dengan konseli dalam situasi konseling. Hal ini sangat penting karena variabel ini menyediakan kesempatan untuk menggarap berbagai masalah kesukaran konseli dalam proses hubungabn, sehingga konseli dapat mengambil manfaat atau keuntungan melalui pengalaman ini. Konseli dapat belajar mengatur kembali hubungan antarpribadinya dan menemukan dirinya bahwa situasi konseling memungkinkan ia mengadakan konfrontasi, menunjukkan dirinya sendiri, dan mengekspresikan perasaannya, baik yang positif maupun negatif kepada orang lain dengan cukup aman. Dalam hal ini konselor meraasa terbuka dan dapat mendorong konseli untuk berani menghadapi dirinya dan menunjukkan dirinya secara bebas. Inilah yang menyebabkan konselor cepat merasa puas.

i.        Aktualisasi Diri (Self-Actualization)

              Dalam penelitian telah terbukti bahwa aktualisasi diri memiliki korelasi yang tinggi terhadap keberhasilan konseling. Aktualisasi diri dapat dipakai oleh konseli sebagai model terutama bagi konseli yang meminta bantuan kepadanya. Aktualisasi diri secara tak langsung menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya secara langsaung karena ia mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Mereka dapat mengungkapkan dirinya secara bebas dan terbuka. Mereka tidak mengadili orang lain. Konselor yang mampu mengaktualisasikan dirinya memiliki kemampuan mengadakan hubungan sosial yang hangat, intim, dan secara umum mereka sangat efektif dalam hidupnya.

              Bailey, seperti dikutip oleh Attia M. Hana, menyebutkan beberapa ciri yang harus dimiliki oleh pembimbing/ konselor, diantaranya :

a.)  Memiliki sifat penting pendidik pada umumya, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani dean rohani, dll.

b.)  Pengenalan terhadap pemuda dengan pengertian yang disertai oleh kasih sayang.

c.)  Kestabilan emosi.

d.)  Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatiannya.

e.)  Luas pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat/ kuat.

              Sementara Cose, seperti dikutip oleh Attia M. Hana, menyatakan ciri-ciri konselor yaitu adil, ikhlas, kepribadian, kelakuan baik, filsafat yang betul, pengenalan yang betul, sehat jasmani, emosi stabil, kemampuan membuat persahabatan, kemampuan menyertai orang lain, memahami orang lain dengan kasih sayang, memperhatikan orang lain, memahami perbedaan pendapat, lincah dan serasi, cerdas, sadar mental pengetahuan sosial, luas pengetahuan, bakat, kepemimpinan, merasakan segi-segi kelemahan, sikap positif terhadap tugas, peka terhadap pelaksanaan misi, condong kepada pekerjaan jenis itu, mengerti suasana pengajaran, dan memahami keadaan sosial-ekonomi.

              Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang konselor mempunyai ciri yang dapat dibagi menjadi ciri kepribadian dan ciri sikap, yaitu :

1.)    Ciri kepribadian :

  • Kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
  • Ramah, bersemangat, dan percaya akan kemampuan untuk bertambah baik.
  • Kemampuan untuk menanamkan kepercayaan pada orang lain dan membuat hubungan cepat.
  • Penyesuaian dan kematangan jiwa.
  • Mampu bertahan objektif dalam hubungan kemanusiaan.
  • Penilaian dan pengukuran yang betul.
  • Bersedia bekerja lebih daripada kewajiban.
  • Mengerti berbagai persoalan dan ingin mengatasinya.
  • Berkeinginan betul untuk meningkat dalam pekerjaan.

2.)    Ciri sikap :

  • Kecondongan yang sungguh untuk mengatasi kesukaran penyesuaian remaja.
  • Kemampuan untuk mencapai kelegaan karena menolong orang dalam mengatasi kesukarannya.
  • Penghormatan yang betul kepada orang dan bebas dari memihak/ kefanatikan
  • Mengakui adanya perbedaan individual dan menerimanya, ingin memahami laku orang dan tidak menilainya.
  • Kemampuan untuk memahami diri dan menerimanya sehingga bebas dari keinginan untuk menimpakan perasaan kepada orang lain atau mengidentifikasikan diri kepada kepribadian mereka.
  • Mengakui segi-segi kelemahan pada pengetahuan/ metode yang digunakan atau keadaan pekerjaan dan menerima kelemahan tersebut.
  • Menerima klien untuk mendapatkan haknya untuk membuat keputusan bagi dirinya.
  • Memperhatiakn masyarakat tempat ia hidup dengan segala aturan soaial ekonominya serta kesukarannya.
  • Sikap objektif yang matang terhadap siswa dan guru, serta orangtua dan anggota masyarakat tempat ia hidup.

 

3.      Hubungan Konselor dan Klien

a.       Hubungan konselor dengan Klien

1)      Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien

2)      Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan pribadinya

3)      Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu

4)      Konselor tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan

5)      Konselor wajib memeberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya

6)      Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien

7)      Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan professional

8)      Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap klien

9)      Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara, teman-teman karibnya sepanjang hubunganya profesional

 

b.       Hubungan dalam Pemberian Pelayanan

1)      Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor

2)      Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit

3)      Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.

 

c.       Konsultasi Dan Hubungan Dengan Rekan Sejawat

1)      Konsultasi dengan Rekan Sejawat

Jikalau Konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin kliennya.

2)      Alih Tangan kasus

a)      Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien

b)      Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yg relevan.

c)      Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.

               Jadi, tugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman kerja, dan kemampuan. Beberapa ciri yang harus dimiliki oleh pembimbing/ konselor, diantaranya :

  1. Memiliki sifat penting pendidik pada umumya, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani dean rohani, dll.
  2. Pengenalan terhadap pemuda dengan pengertian yang disertai oleh kasih sayang.
  3. Kestabilan emosi.
  4. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatiannya.
  5. Luas pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat/ kuat.

 

  1. 4.      KODE ETIK KONSELOR

 

Pengertian

Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.

Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya  memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:

  1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
  2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
  3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
  4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
  5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).  

 

            Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)

 

Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling

  1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
    1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
    3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
    4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

 

 

Kualifikasi , Kompetensi dan Kegiatan Profesional Komselor

A. Kualifikasi

1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

2. Berpendidikan profesi konselor (PPK).

 

B. Kompetensi

Sosok utuh kompetensi konselor  terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.

 

Kegiatan Profesional Konselor

 

  1. INFORMASI, TESTING DAN RISET    
  2. Penyimpanan dan penggunaan Informasi

1)    Catatan tentang diri konselispt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.

2)    Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konselidirahasiakan.

3)    Penyampaian informasi ttg konselikepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli

4)    Penggunaan informasi ttg Konselidalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan konselidan tidak merugikan konseli.

5)    Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya. 

b.    Testing 

Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

1)    Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan

2)    Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.

3)    Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut

4)    Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain

5)    Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada konseli    

  1. Riset

1)    Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek

2)    Dalam melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya. 

 

  1. PROSES PELAYANAN 
  2. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan

1)    Konselor wajib menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn konselor

2)    Konselisepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit

3)    Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konseli tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.  

  1. Hubungan dengan Konseli

1)    Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli.

2)    Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.

3)    Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.

4)    Konselor  tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.

5)    Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.

6)    Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli.

7)    Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.

8)    Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseling

 

Hubungan Konseling

 

Kesejahteraan Bagi Orang yang Dilayani Konselor

Konselor mendorong pertumbuhan dan perkembangan konseli dengan cara membantu kesejahteraan konseli dan memajukan pembentukan hubungan yang sehat. Konselor harus secara aktif untuk memahami perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki konseli yang sedang dilayani. Konselor harus mengeksplorasi identitas budaya dan dampaknya terhadap nilai dan kepercayaan dalam proses konseling.

Konselor mendorong konseli untuk dapat berkontribusi pada masyarakat dengan mendedikasikan kemampuan yang dimilikinya. 

 

TANGGUNG JAWAB KONSELOR

Tanggung jawab konselor adalah menghargai dan meningkatkan kesejahteraan konseli. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut maka konselor harus melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut.

  1. Tanggung jawab Konselor terhadap Siswa

1)    Konselor memiliki kewajiban utama untuk memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dengan sikap respek.

2)    Konselor secara penuh membantu konseli dalam mengembangkan  potensi atau kebutuhannya (baik yang terkait dengan personal, sosial, pendidikan, maupun vokasional); dan mendorong konseli untuk mencapai perkembangan yang optimal. 

3)    Menahan diri dari upaya menorong siswa untuk menerima nilai, gaya hidup, dan keyakinan yang menjadi orientasi pribadi konselor sendiri.

4)    Bertanggung jawab untuk memelihara hak-hak konseli.

5)    Memelihara kerahasiaan data konseli.

6)    Memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan konseli.

 

 

  1. Tanggung Jawab Terhadap Orang Tua

1)    Melakukan hubungan kerjasama (kolaborsi) dengan orang tua siswa dalam memfasilitasi perkembangan siswa secara optimal.

2)    Memberikan informasi kepada orang tua siswa tentang peranan konselor, terutama tentang hakikat hubungan konseling yang rahasia antara konselor dan konseli.

3)    Memberikan informasi yang akurat, komprehensif, dan relevan dengan tujuan.

4)    Melakukan sharing informasi tentang konseli.

 

  1. Tanggung jawab terhadap Kolega/Pihak Sekolah

1)    Membangun dan memelihara hubungan kooperatif dengan kepala sekolah, guru-guru, dan staf sekolah dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.

2)    Menerima masukan pendapat atau kritikan dari kepala sekolah, dan guru-guru sebagai dasar untuk mengembangkan atau memperbaiki program Bimbingan dan Konseling.

 

  1. Tanggung Jawab terhadap Dirinya Sendiri

1)    Menyadari bahwa karakteristik pribadinya memberikan dampak terhadap kualitas layanan konseling.

2)    Memiliki pemahaman terhadap batas-batas kompetensi yang dimilikinya, dan menerima tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya.

3)    Berusaha secara terus menerus untuk mengembangkan kompetensi (wawasan pengetahuan, dan keahlian) profesionalitas, dan kualitas kepribadiannya.

 

  1. Tanggung Jawab Terhadap Organisasi Profesi

1)    Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli

2)    Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar. 

 

Kerahasiaan dalam Komunikasi dan Hal – Hal yang Bersifat Pribadi

Konselor menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling. Konselor berusaha mendapatkan kepercayaan konseli melalui hubungan konseling, menciptakan batasan dan keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga kerahasiaan. Konselor mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang baik dan bisa diterima oleh konseli.

1. Menghargai hak-hak konseli

  1. Kesadaran konselor akan keberagaman  atau hal yang bersifat multikultural.
  2. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi menyangkut kehidupan konseli.
  3. Menghargai kerahasiaan informasi mengenai konseli. Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli atau berdasarkan pertimbangan etis dan hukum.
  4. Menjelaskan berbagai keterbatasan kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.

 

  1. Berbagi Informasi dengan pihak lain
    1. Pegawai Lembaga, dalam hal ini konselor harus memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data konseli yang diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten dan tenaga sukarela.
    2. Team Konselor, jika penanganan konseli melibatkan sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka konseli terlebih dahulu diberitahukan mengenai hal tersebut dan informasi-informasi apa saja mengenai dirinya yang akan dibagi dalam tim tersebut.
    3. Pihak ketiga yang membiayai, konselor akan membagi informasi kepada pihak ketiga mengenai konseli jika konseli membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki otoritas.
    4. Memindahkan informasi rahasia, konselor memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia dengan  komputer melalui surat elektronik, mesin fax, telepon, dan perlengkapan teknologi komputer lainnya.

 

  1. Rekaman Data Konseling
    1. Kerahasiaan rekaman, terkait dengan proses dan tempat penyimpanan hingga orang-orang yang memiliki wewenang untuk rekaman tersebut.
    2. Izin untuk merekam, konselor meminta izin kepada konseli untuk merekam proses konseling dalam bentuk elektronik maupun bentuk lain.
    3. Izin untuk observasi, konselor meminta izin dari konseli dalam rangka observasi sesi konseling dalam lingkungan pelatihan, seperti meninjau hasil transkrip bersama peninjau dan fakultas.
    4. Rekaman bagi Konseli, konselor hanya memberikan salinan rekaman kepada konseli yang memang memerlukan. Konselor membatasi pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan kepada konseli hanya jika isi rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti perasaan konseli. Dalam situasi konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang menyangkut konseli lain.
    5. Bantuan dengan rekaman data, konselor memberikan bantuan kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam memaknai rekaman data.
    6. Membuka atau memindahkan rekaman, konselor meminta persetujuan tertulis  dari konseli untuk membuka atau memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki wewenang.
    7. Penyimpanan dan pemutihan rekaman setelah konseling berakhir, jika konselor mengatur penyimpanan rekaman-rekaman data konseling dengan mengikuti tahapan pengakhiran agar memudahkan proses membuka data tersebut di masa yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut akan dimusnahkan. Konselor memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga kerahasiaannya.

 

  1. Penelitian dan pelatihan
    1. Persetujuan institusi atau lembaga, jika konselor akan menggunakan informasi-informasi mengenai konseli sebagai bagian dari perencanaan penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari institusi atau lembaga tempat konselor bekerja.
    2. Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan banyak pihak.

 

  1. Konsultasi
    1. Perjanjian, jika konselor memberikan konsultasi terkait dengan permasalahan konseli dengan pihak lain, konselor membuat perjanjian dengan setiap individu-individu yang terlibat, dengan memberitahukan bahwa konselini memiliki hak untuk dijaga kerahasiaannya kepada setiap individu dan menjelaskan akibat-akibat yang mungkin terjadi jika kerahasian tersebut dibocorkan ke pihak lain..
    2. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi, konselor memberikan konsultasi ataupun mendiskusikan permasalahan konseli dengan tujuan professional hanya kepada pihak-pihak yang terkait, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas konseli.

 

Pelanggaran Terhadap Kode Etik

 

Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

(1)  Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA.

(2)  Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:

  1. Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
  2. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggungjawab.
  3. Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.

 

BENTUK PELANGGARAN

  1. Terhadap Konseli
  2. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
  3. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
  4. Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
  5. Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).

 

  1. Terhadap Organisasi Profesi
  2. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
  3. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).

 

  1. Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
  2. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
  3. Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.

 

 

 

SANKSI PELANGGARAN

Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.

  1. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
  2. Memberikan peringatan keras secara tertulis
  3. Pencabutan keanggotan ABKIN
  4. Pencabutan lisensi
  5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.

 

MEKANISME PENERAPAN SANKSI

Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
  2. Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah
  3. Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif  ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
  4. Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.
  5. Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Prayitno dan Erman Amti. 1994. Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling Jakarta: Rineka Cipta

Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta : P2LPTK Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud

http://akhmadsudrajat.wordpress.com

http://10014rip.blogspot.com

http://misk-in.blogspot.com

http://yusef77.blogspot.com

http://obyramadani.wordpress.com

MODEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Standard

 

  1. MODEL – MODEL BIMBINGAN

 

Pelayanan bimbingan konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Suatu program bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.

Model-model bimbingan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk mengahdapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS.

 

  1. Frank Parsons

Menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling. Menurut pandangan Parsons, baik individu maupun masyarakat akan mendapatkan keuntungan, jika terdapat kecocokan antara cirri-ciri kepribadian seseorang dan seluruh tuntutan bidang pekerjaan yang dipegang oleh orang itu. Tiga faktor utama dianggap sangat menentukan dalam memilih suatu bidang pekerjaan, yaitu analisis pada diri sendiri (kemampuan dan bakat, minat, serta temperamen), analisis terhadap pekerjaan (kesempatan, tuntutan, dan prospek masa depan), serta perbandingan antara hasil kedua analisis tadi untuk menemukan kecocokan antara data tentang diri sendiri dan data tentang bidang-bidang pekerjaan (mengadakan matching dengan berpikir rasional). Mengingat banyak orang muda akan mengalami kesulitan dalam meninjau ketiga factor utama itu, maka mereka membutuhkan dari seseorang yang lebih berpengetahuan dan lebih berpengalaman dalam hal ini. meskipun pandangan Frank Parson menunjukkan unsure kelemahan, misalnya kurang diperhitungkan pengaruh motivasi, nilai-nilai kehidupan dan lapisan social ekonomis, namun tekanan dalam penekanan diri dan pelayanan dari seorang ahli dalam bimbingan jabatan merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan pelayanan bimbingan selanjutnya. Dengan demikian, model ini menekankan ragam bimbingan, jabatan, dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.

 

  1. William M. Proctor, (1925)

Mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa. Fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan siswa dalam melaksanakan secara konsisten dan konsekuen pilihan yang telah mereka buat, seandainya timbul kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan beraneka tuntutan dalam lingkungan atau dalam bidang kehidupan tertentu. Dengan demikian, model ini menekankan sifat bimbingan perseveratif, yang mendampingi siswa dalam perkembangannya yang sedang berlangsung, dan mengutamakan bimbingan pengumpulan data, wanwancara konseling. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan, bahwa pelayanan bimbingan hanya perlu diberikan pada saat siswa menghadapi masalah.

 

  1. John M. Brewer, (1932)

Mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, bimbingan miral dan perkembangan. menerbitkan buku Educational as Guidance berpendapat bahwa tugas pendidikan sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk mengatur bidang kehidupan sedemikian rupa, sehingga bermakna dan memberikan kepuasan, seperti bidang kesehatan, bidang kehidupan keluarga, bidang pekerjaa, bidang rekreasi, bidang perluasan pengetahuan dan bidang kehidupan bermasyarakat. Pendidian dan bimbingan dianggap tidak jauh berbeda, karena keduanya berfungsi sebagai bantuan kepada generasi muda dalam belajar seni hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Melalui berbagai kegiatan pendidikan dan bimbingan siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan yang diperlukan mengatur kehidupannya sendiri dalam berbagai aspeknya, model ini menekankan ragamnya bimbingan yang diberikan, seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, moral dan bimbingan perkembangan; maka tidak hanya mengenal ragam bimbingan jabatan. Komponen pembirian informasi dan wawancara konseling diutamakan. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan bahwa pendidikan dan bimbingan tidak jauh berbeda fungsinya; dan bahwa pelayanan bimbingan untuk sebagian besar dituangkan dalam bentuk suatu pelayanan yang berkisar pada materi pelayanan seperti berlaku pada segala bidang studi akademik.

 

  1. Donal G. Patterson, (1938)

Mengembangan metode klinis (clinical method). Metode ini menekankan perlunya menggunakan teknik ilmiah untuk mengenal konseli dengan lebih baik dan menentukan segala problem yang dihadapi oleh konseli, misalnya dengan menggungakan tes psikologis dan studi diagnostic. Yang dibutuhkan ialah data obyektif, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memberikan gambaran tentang konseli, lepas dari pandangan konseli tentang diri sendiri. Model ini sebenarnya menyangkut satu komponen dalam program bimbingan saja yaitu konseling. Layanan konseling hanya dipegang oleh tenaga bimbingan yang ahli dalam menggunakan teknik analisis ilmiah, terutama tes psikologis. Konselor bertanggungjawab penuh atas pilihan alat-alat diagnostic yang menghasilkan data bagi konseli tentang dirinya sendiri. Model ini menekankan bentuk bimbingan perseceratif, serta memberikan tekanan pada komponen bimbingan penempatan, pengumpulan data, dan wawancara konseling. Kelemahan model ini terletak pada pelayanan bimbingan cenderung dibatasi pada saat tertentu saja dan diberikan kepada siswa-siswi tertentu, yaitu mereka yang menghadapi suatu masalah berat dan akan menghadap konselor sekolah.

 

  1. Wilson Little dan AL. Champman, (1955)

Mengembangkan bimbingan yang dikenal dengan nama bimbingan perkembangan (development guidance). Model ini menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preserveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi. Maka, focus perhatian terpusat pada perkembangan optimal dari peserta didik yang sedang menuju kekedewasaan. Perkembangan yang optimal itu dapat dicapai bila siswa mengenal diri sendiri, menghayati seperangkat nilai kehidupan, menyadari keadaan nyata dalam lingkungan hidupnya. Namun kemandirian pribadi dan kemampuan untuk menimbang kondisi kehidupan dalam lingkup lingkungan kongkrit tetap diutamakan, dengan menerima kemungkinan orang muda dapat berubah selama proses perkembangannya. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individu dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan perseveratif, serta melayani siswa melalui bimbingan belajar, bimbingan jabatan, dan bimbingan pribadi. Keunggulan model ini ialah sumbangan dalam pelayanan bimbingan yang diberikan oleh semua tenaga pendidik yang bekerja sama sebagai tim yang melakukan sejumlah kegiatan bimbingan yang dirancang untuk menunjang perkembangan optimal dari semua siswa dalam kurun waktu yang sama. Kelemahan model ini terletak dalam kenyataan, bahwa tidak semua anggota staf pendidik sekolah siap pakai untuk memberikan pelayanan bimbingan. Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan yang sedimikian komprehensif dan meresapi seluruh program pendidikan sekolah, menjadi usaha yang sangat kompleks yang melibatkan banyak orang, dalam kenyataan akan sukar dilaksanakan di lapangan.

 

  1. Kenneth B. Hoyt, (1962)

Mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan (constellation) dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, preserveratif dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi. Dalam pola ini ditekankan pada bahwa tenaga pendidik di sekolah seharusnya berpartisipasi dalam pelaksanaan dalam program bimbingan, bukan hanya tenaga bimbingan atau konselor sekolah saja, bahwa konselor sekolah memikul tanggungjawab utama atas perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan, yang tidak hanya meliputi layanan konseling saja. Pelayanan bimbingan berhasil kalau tujuan pelayanan bimbingan terintegrasikan pada tujuan institusional, kurikuler, dan instruksional.
Seorang konselor sekolah memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh tenaga-tenaga pendidik yang lain dalam hal :

  1.  Penggunaan beraneka teknik dan alat untuk memperoleh data yang relevan tentang siswa dan dalam menafsirkan data itu;
  2. Penyebaran ingormasi yang relevan dan tepat tentang variasi program studi lanjutan serta variasi bidang pekerjaan;
  3. Penggunaan berbagai metode konseling dan aneka teknik konseling;
  4. Diagnosis kasus khusus yang menuntut konsultasi dengan seorang ahli lain di luar lingkungan sekolah (referral);
  5. Penerapan metode dan teknik khusus untuk bimbingan kelompok;
  6. Kemampuan mengadakan riset tentang kebutuhan-kebutuhan siswa dan melakukan studi evaluative tentang keberhasilan program bimbingan. Konselor sekolah melayani para siswa secara langsung (kontak langsung dengan siswa), namun juga melayani rekan tenaga pendidik yang lain sebagai narasumber (konsultan) demi peningkatan mutu dan efektivitas program pendidikan di sekolah. Model ini menekankan pelayanan bimbingan sebagai usaha yang melibatkan semua tenaga pendidik, menurut fungsi dan wewenang masing-masing; mengenal bentuk pelayanan bimbingan individual dan kelompok; memungkinkan pelayanan bimbingan preventif, perseveratif dan remedial; dan mengutamakan bimbingan belajar dan bimbingan pribadi. Keuntungan model ini ialah pelayanan bimbingan tidak hanya terbatas pada layanan konseling dan tanggungjawab untuk menunjang perkembangan siswa serta taraf kesehatan mental tidak hanya dibebankan pada tenaga bimbingan professional saja. Kelemahan terletak dalam anggapan, bahwa bidang bimbingan terutama diperlukan membantu siswa dalam mengatasi beraneka kesulitan belajar dengan demikian tujuan yang khas dari pelayanan bimbingan menjadi agak kabur.

 

  1.  Ruth Strabf, (1964)

Berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Eklektis berarti memilih, yaitu memilih diantara teori, metode dan teknik yang dikembangkan sesuai kebutuhan konseli untuk diterapkan dalam mengatasi masalah tertentu. Konselor harus mengetahui keunggulan dan kelemahan dari berbagai teori, metoden dan teknik sehingga dapat menerapkannya secara fleksibel. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling. Pandangan ini lebih menyangkut pelayanan bimbingan melalui wawancara konseling. Diasumsikan bahwa siswa dan mahasiswa dari waktu kewaktu membutuhkan bantuan professional dalam memahami diri sendiri dalam mengatasi masalah tertentu melalui bantuan itu mereka mendapat informasi tentang diri sendiri dan realitas lingkungan, yang kiranya sulit mereka peroleh dengan cara lain.

 

  1. Arthur J. Jones, (1970)

Menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Bimbingan adalah intrvensi professional bilamana siswa harus membuat pilihan diantara beraneka alternative program studi dan bidang pekerjaan yang terbuka baginya. Nilai-nilai kehidupan (values) menjadi factor penting dalam membuat pilihan. Pada awal masa pendidikan menengah dan pada akhir masa itu siswa menghadapi saat dia harus membuat setumpuk pilihan (decision making) yang berarti dimasa yang akan datang, petugas bimbingan harus membantu siswa dalam membuat pilihan, dengan mempertimbangkan system nilai yang dianutnya dan mengolah informai yang tersedia tentang diri sendiri serta kesempatan-kesempatan terbuka baginya. Supaya siswa berpikir secara rasional; karena kaum muda kurang mampu mengambil keputusan penting, maka dibutuhkan bantuan seorang ahli bimbingan yang bekerja sebagai tenaga tetap di lembaga pendidikan sekola. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara konseling. Kelemahan yang paling mencolok dalam model ini ialah pembatasan pelayanan bimbingan pada saat-saat tertentu saja, bila siswa harus membuat suatu pilihan yang menentukan jalan kehidupannya.

 

  1. Chris D. Kehas, (1970)

Mengembangkan guidance as personal development. Model ini merumuskan tujuan pendidikan di sekolah, memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain, bimbingan adalah usaha yang menunjang bidang pengajaran saja (amcillary service to make instruction more effective). Kehas memperjuangkan supaya pendidikan sekolah dipandang sebagai usaha mendampingi siswa dalam belajar. Belajar tidak hanya mencakup belajar di bidang akademik, tetapi tentand diri sendiri dan lingkungan hidup. tenaga pendidik tidak hanya guru, melainkan masing-masing tenaga pendidik bertugas mendampingi siswa dalam aspek perkembangan dan dimensi belajar tertentu. Dengan demikian, siswa mempunyai relasi dengan pihak tenaga pendidik berbeda-beda sifat, misalnya guru sebagai pendamping dalam belajar akademik, dan tenaga bimbingan sebagai pendamping dalam belajar tentang kepribadiannya sendiri. Konselor sekolah berfokus pada perkembangan kepribadian siswa dalam keseluruhannya (personal development). Maka, tenaga bimbingan bukan berfungsi sebagai asisten tenaga pengajar, melainkan mempunyai peranannya sendiri. Tenaga pendidik tidak berada di bawah yang lain, melainkan saling melengkapi dalam rangka bekerja sama menurut fungsinya masing-masing. Model ini menekankan bentuk, jenis, atau ragam bimbingan tertentu, dan tidak mengutarakan komponen bimbingan tertentu, melainkan mengeksplisitkan fungsi dasar bimbingan di sekolah, yaitu proses membantu orang-perorangan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan hidupnya. Keunggulan model ialah menciptakan kemungkinan untuk merumuskan secara spesifik apa peranan guru (tenaga pengajar) dan apa peranan konselor sekolah terhadap belajar siswa. Kelemahan model ini menyangkut hubungan kerja sama antara tenaga pengajar dan tenaga bimbingan yang kerap belum jelas sebaiknya diwujudkan; disamping itu, timbul bahaya bahwa anak didik akan dibelah-belah atas sekian bagian, dimana guru bertanggung jawab atas perkembangan intelektual siswa saja dan konselor sekolah akan bertanggungjawab atas aspek-aspek perkembangan yang lain.

 

  1. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971)

Mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut kepribadian nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanyadibatasi pada mereka yang menghadap konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya. Namun, merencanakan dan melaksanakan suatu program kurikuler menuntut konselor menguasai metodik mengembangkan dan mengajarkan suatu bidang, termasuk penentuan tujuan instruksional, mengurutkan topic-topik (sequence), prosedur akan membuat siswa belajar aktif (CBSA), dan pilihan bahan yang relevan. Persyaratan ini kira    nya hanya dapat dipenuhi, bila konselor sekolah khusus disiapkan untuk itu melalui pendidikan formal di perguruan tinggi.

 

  1. Julius Menacker, (1976)

Mengembankan model bimbingan yang mengusahakan penganggulangan segala gejala pemberontakan yang tampak dalalm tingkah laku para siswa di sekolah yang terletak dalam daerah/bagian kumuh di kota besar. Daerah kumuh disini berarti daerah di mana kemiskinan, kejahatan, pelanggaran hukum, kenakalan remaja, dan penggunaan obat bius merajalela. Model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Dalam pelayanan bimbingan tradisional focus perhatian terpusat pada siswa sendiri yang harus mengadakan perubahan dalam diri sendiri, dalam activist guidance focus perhatian terdapat pula pada lingkungan hidup siswa, yaitu bagaimana manipulasi dari lingkungan dapat menguntungkan perkembangan siswa. Maka, konselor sekolah bersama dengan siswa mengidentifikasi segala kondisi hidup negative yang ditimbulkan oleh lingkungan hidup, dan merencankan setumpuk tindakan konkret untuk mengubah lingkungan itu sehingga terciptakan kondisi positif, termasuk mengubah lingkungan sekolah bila hal itu dianggap perlu. Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya. Konselor sekolah yang berpegang pada pola asli memanfaatkan semua sumber dan sarana dalam lingkungan masyarakat setempat, yang dapat mempengaruhi suasana hidup di suatu daerah. Kelemahan model ini ialah kenyataan, bahwa aksi-aksi perubahan social mudah menimbulkan berbagai ketegangan, bahkan pun sampai menciptakan konflik dengan tenaga-tenaga pendidik yang lain, karena lingkungan sekolah itu sendiri tidak akan luput dari aksi demi perubahan suasana dan kurikulum pengajaran.
Model-model berpikir yang diuraikan di atas ternyata belum dioperasionalkan di lapangan dan dituangkan dalam kerangka program bimbingan. Kecuali, model yang dideskripsikan oleh Hoyt, yaitu Constellation of Services. Kenyataan ini berarti bahwa masih terdapat jurang yang lebar antara pemikiran teoritis dan praktek pelaksanaan di lapangan. Alasannya adalah bahwa pelayanan bimbingan di sekolah berkembang menurut kebutuhan setempat, dan baru dibentuk konseptualisasi setelah praktek perkembangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan serta memberikan landasan teoritis pada kegiatan-kegiatan bimbingan sudah mulai dilaksanakan. Pemikiran teoretis (theory building) baru menyusul sesudah pelayanan bimbingan mulai berjalan, bahwa pelayanan di lapangan tidak bermakna bagi perkembangan siswa, namun pelayanan bimbingan akan terhambat dalam perkembangannya, dan mendapat banyak sorotan negative karena lemah dalam hal refleksi teoretis.

 

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai model bimbingan konseling diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling tidak hanya menekankan ragam jabatan saja melainkan juga mengembangkan ragam bimbingan dalam memberikan bantuan kepada kepada siswa. Selain itu Kehas berpandangan tentang sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoritis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika, yaitu:

  • Organisasi professional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling daripada layanan bimbingan pada umumnya.
  • Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
  • Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
  •  Pemikirannya teoritis.
  • Terdapat anggapan.

 

  1. POLA – POLA BIMBINGAN

 

Menurut hasil analisis Edward C. Glanz (1964), dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar, yaitu:

 

  1. Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluryh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai progam yan kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa.

 

  1. Pola Spesialis, Bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikanharus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu.

 

  1. Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini adalah hubungan bimbingan yang langsung terlibat dalam seluk-beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi dalam bidang-bidang studi akademik lainnya.

 

  1. Pola Relasi-Relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Pola in memiliki segi positif dalam peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf pendidk di institusi pendidikan dan integrasi social di antara peserta didik dengan staf pendidik.

 

  1. POLA 17 PLUS

 

       Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.

       Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.

       Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya.
Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.

       Lahirnya Pola 17 Plus

       Program layanan bimbingan Konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya dengan terprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktor pengalaman bekerja.

Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif. Efektivitas konseling dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing melaksanakan pola 17, antara lain:
1. Bidang bimbingan pribadi,
2. Bidang bimbingan sosial,
3. Bidang bimbingan belajar,
4. Bidang bimbingan karier.

Sedangkan tujuh layanan bimbingan dan konseling meliputi :
1. Layanan orientasi,
2. Layanan informasi,
3. Layanan penempatan dan pengukuran,
4. Layanan pembelajaran,
5. Layanan konseling perorangan,
6. Layanan bimbingan kelompok,
7. Konseling kelompok.

Dan lima kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling, meliputi:
1. Aplikasi instrumentasi,
2. Himpunan data
3. Studi kasus,
4. Kunjungan rumah, dan
5. Alih tangan kasus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Heru Mugiharso dkk. 2010. Bimbingan dan Konseling.UPT UNNES Press: Semarang

 

 

 

 

 

 

JENIS- JENIS BIMBINGAN DALAM BK

Standard

 

 

  1. BENTUK BIMBINGAN

 

Istilah bentuk bimbingan menunjuk pada jumlah orang yang diberi pelayanan bimbingan. Bilamana siswa yang dilayani hanya satu orang, maka digunakan istilah bimbingan individual dan bimbingan perseorangan. Bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang maka digunakan istilah bimbingan kelompok, entah itu kelompok kecil, agak besar, atau sangat besar.

. Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diberikan kepada sekelompok siswa atau orang untuk memerikan informasi atau penerangan tentang masalah-masalah yang tidak dibicarakan dalam pelajaran di kelas atau dipertemuan formal yang menyangkut segi pembelajaran. Isi materi dapat menyangkut soal pergaulan, cara belajar, adat kebiasaan, seksualitas, dll. Sedangkan bimbingan individual lebih mengarah ke kegiatan konseling.

 

 

  1. SIFAT BIMBINGAN

 

Istilah sifat bimbingan menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan bimbingan.

Maka yang harus ditinjau ialah apa yang menjadi tujuan utama dalam kegiatan bimbingan yang direncakanan dan diselnggarakan oleh tenaga bimbingan.

Sifat bimbingan terbagi manjadi :

•    Bimbingan preventif  (pencegahan) , bila tujuan utamanya adalah membekali siswa agar lebih siap menghadapi tantangan-tantangan dimasa datang dan dicegah timbul masalah yang serius dikemudian hari. misalnya penerangan tentang narkoba, seks bebas, kesehatan produksi, dll.

•    Bimbingan perseveratif atau bimbingan developmental, tujuan utamanya mendampingi siswa supaya perkembangannya berlangsung secara optimal . misalnya observasi kemajuan siswa, pendampingan perkembangan siswa, dll.

•    Bimbingan korektif atau penyembuhan bilamana tujuan utama adalah membantu siswa dalam mengoreksi perkembangan yang mengalami salah jalur.

•    Bimbingan pemeliharaan bilamana ditujukan sebagai kelanjutan dari bimbingan korektif.  misalnya mendampingi perkembangan pemikiran yang ada ke arah positif, pendampingan perilaku agar tidak menyimpang, dll.

 

 

 

 

  1. RAGAM BIMBINGAN

Ragam bimbingan menunjuk pada bidang kehidupan tertentu atau aspek perkembangan tertentu yang menjadi fokus perhatian dalam pelayanan bimbingan; dengan kata lain, tentang apa yang diberikan. Ada 5 ragam bimbingan, yaitu :

A. Bimbingan Akademik  (Educational Guidance)

Bimbingan ini adalah bimbingan dalam menemukan cara belajar yang tepat untuk mengatasi kesukaran-kesukaran mengenai belajar dan dalam memilih jenis atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan siswa (Winkel, W.S.). Sedangkan menurut Ruth Strong merumuskan bimbingan pendidikan ialah bantuan yang diberikan kepada siswa agar siswa dapat memilih program yang sesuai untuk dirinya dan mencari kemajuan melalui program yang dipilihnya.

Bimbingan pendidikan mempunyai kaitan langsung dengan proses belajar mengajar, sehingga setiap pelayanan bimbingan harus sesuai dengan proses pengajarannya seperti cara seleksi, penempatan, proses belajar mengajar, evaluasi, input lingkungan, dsb.
Program bimbingan di bidang belajar akademik akan memuat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Orientasi kepada siswa dan mahasiswa baru tentang tujuan institusional, isi kurikulum pengajaran, struktur organisasi sekolah, prosedur belajar yang tepat, dan penyesuaian diri dengan corak pendidikan di sekolah bersangkutan.
2. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama mengikuti pelajaran di sekolah dan selama belajar di rumah secara individual atau secara kelompok.
3. Bantuan dalam hal memilih program studi yang sesuai, memilih beraneka kegiatan non akademik yang menunjang usaha belajar, dan memilih program studi lanjutan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4. Pengumpulan data tentang siswa mengenai kemampuan intelektual, bakat khusus, arah minat, serta cita-cita hidup; dan pengumpulan data tentang program studi di perguruan tinggi yang tersedia dalam bentuk brosur, buku pedoman baru, kliping iklan di surat kabar, dsb.
5. Bantuan dalam hal mengatasi beraneka kesulitan belajar, seperti kurang mampu menyusun dan menaati jadwal belajar di rumah, kurang siap menghadapi ujian dan ulangan, kurang dapat berkonsentrasi, dsb.
6. Bantuan dalam hal membentuk berbagai kelompok belajar dan mengatur seluruh kegiatan belajar kelompok, supaya belajar efisien dan efektif.

B. Bimbingan Karir (Vocational Guidance)

Bimbingan ini adalah proses bantuan terhadap seseorang sehingga orang tersebut mengerti dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerjanya serta mempertemukan keduanya, sehingga akhirnya dapat mempersiapkan diri dalam memasuki bidang kera tertentu dan membina diri dalam bidang pekerjaan tersebut (Simposium Bimbingan Jabatan). Sedangkan menurut Kurikulum 1984 merumuskan bimbingan jabatan sebagai bimbingan karir yang berarti proses bantuan kepada individu agar memperoleh pemahaman diri dan dunia kerja, agar ia mampu mengarahkan diri ke suatu bidang kehidupan yang sesuai dan selaras dengan dirinya dan masyarakat.
Bimbingan ini dapat dilihat dari 2 pendekatan yaitu, pendekatan yang berpusat pada masalah dan yang berpusat pada pengembangan. Pendekatan masalah memiliki 5 teknik, yaitu
1. Penyembuhan (remidiation)
2. Penawaran jabatan (career selling)
3. Kesadaran diri terhadap karir (career self awareness)
4. Mencari pekerjaan itu sendiri (job seeking)
5. Anti diskriminasi

Teknik di atas didasarkan pada asumsi bahwa individu memiliki masalah dalam memilih karir. Kelima teknik itu dapat dipilih dan dipadukan sesuai dengan pertimbangan kebutuhan konseling. Sedangkan pendekatan pengembangan berdasarkan pada sasaran pengembangan karir di sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi.

C. Bimbingan pribadi dan sosial

Bimbingan ini dikaitkan dengan pengembangan pribadi siswa dan hubungannya dengan orang lain. Semakin dewasa individu semakin banyak masalah pribadi dan sosial yang mereka hadapi. Bimbingan pribadi sosial mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Informasi tentang fase atau tahap perkembangan yang sedang dilalui oleh siswa dan mahasiswa, antara lain tentang konflik batin yang dapat timbul dan tentang tata cara bergaul yang baik.
2. Penyadaran akan keadaan masyarakat dewasa ini, yang semakin berkembang ke arah masyarakat modern, antara lain apa ciri-ciri kehidupan modern, dan apa makna ilmu pengetahuan serta teknologi bagi kehidupan manusia.
3. Pengaturan diskusi kelompokmengenai kesulitan yang dialami oleh kebanyakan siswa dan mahasiswa, misalnya menghadapi orang tua yang taraf pendididikannya lebih rendah daripada anak-anaknya.
4. Pengumpulan data yang relevan untuk mengenal kepribadian siswa, misalnya sifat-sifat kepribadian yang tampak dalam tingkah laku, latar belakang keluarga dan keadaan kesehatan.

D. Bimbingan Keluarga

Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin atau anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan aktif dalam memcapai kehidupan keluarga yang bahagia.

 

 

FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING

Standard

FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING

Pelayanan bimbingan dan konseling semakin populer dikenal oleh masyarakat, khususnya di sekolah. Banyak sekali keuntungan yang diperoleh dari program bimbingan dan konseling di sekolah. Para siswa yang berbakat memerlukan bimbingan untuk menemukan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga akan menjadi pribadi yang unggul, secara akademis dan akhlak. Ada juga sebagian siswa yang membutuhkan konseling karena banyak menghadapi problema yang dapat mengganggu eksistensi dan proses dalam belajar. Pelanggaran terhadap peraturan sekolah juga memerlukan konseling agar sikap pelanggaran terhadap peraturan dapat dikurangi, sehingga akan terbentuknya kedisiplinan siswa yang tinggi. Tawuran antar pelajar, pemakaian obat-obatan terlarang, video porno, seharusnya juga menjadi perhatian yang besar dari tenaga BK di sekolahan. Ada banyak sekali fungsi bimbingan dan konseling di sekolah, fungsi satu berkaitan erat dengan fungsi yang lainnya. Seseorang yang sudah bekerjapun membutuhkan fungsi BK untuk lebih mengembangkan segala potensinya dalam bekerja, dan pengembangan karirnya sesuai dengan harapan yang diinginkan. Dengan melalui proses konseling, klien akan dapat menghadapi dan menyelesaikan segala macam masalah yang dapat menghancurkan karir/pekerjaan.

Pengembangan bakat, minat dan hobi dapat diketahui dengan mengadakan tes, baik dalam bentuk tes verbal (kata-kata) dan dalam bentuk tes gambar. Dalam fungsi bimbingan dan konseling juga membantu pemilihan yang tepat terhadap jurusan yang akan diambil oleh peserta didik. Adapun masalah yang akan dibahas disini tentang fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut : Fungsi pemahaman, Fungsi pencegahan (preventif),  Fungsi pengentasan dan Fungsi pemeliharaan dan pengembangan.

  1. FUNGSI PEMAHAMAN

Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa. Pemahaman ini mencakup:

a. Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru dan guru pembimbing.

b. Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru, dan guru pembimbing.

c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, jabatan, pekerjaan, dan atau karir, dan informasi budaya/nilai-nilai), terutama oleh sekolah.

Fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu klien dengan berbagai permasalahannya, dan dengan tujuan-tujuan konseling. Berkenaan dengan kedua hal tersebut, pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri, dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien

Pemahaman masalah oleh individu sendiri merupakan modal dasar bagi pemecahan masalah tersebut, apabila pemahaman masalah telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan konseling telah menjalankan fungsi pemahaman dengan baik. Pemahaman masalah siswa sama bergunanya dengan pemahaman tentang individu pada umumnya oleh orang tua dan guru sebagaimana telah dijelaskan di atas, yaitu untuk kepentingan berkenaan dengan perhatian dan pelayanan orang tua terhadap anak, dan pengajaran oleh guru terhadap siswa. Para siswa perlu memahami dengan baik lingkungan sekolah, dan juga perlu diberi kesempatan untuk memahami berbagai informasi yang berguna berkenaan dengan pendidikan yang sekarang dijalaninya dengan pendidikan jenjang selanjutnya dan yang berhubungan dengan pekerjaannya di kemudian hari.

 

 

  1. FUNGSI PENCEGAHAN

Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

Fungsi pencegahan dalam pelaksanaannya bagi konselor merupakan bagian dari tugas kewajibannya yang amat penting. Dalam dunia kesehatan mental “pencegahan” didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana, lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian itu benar-benar terjadi (Horner & McElhaney, 1993) . Lingkungan merupakan hal yang penting, karena lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap individu. Lingkungan yang mendukung harus dipelihara dan dikembangkan. Sedangkan lingkungan yang sekiranya dapat menimbulkan pengaruh yang negatif harus diubah, sehingga hal yang diperkirakan tidak dapat menjadi kenyataan. Ruang kelas yang gelap dan kotor, pekarangan sekolah yang sempit, sarana belajar yang kurang memadai, hubungan guru-murid yang kurang serasi, semuanya akan menimbulkan kerugian-kerugian bagi siswa itu sendiri. Pencegahan di sini juga bisa berarti menahan atau menghindarkan dari bahaya yang akan timbul dari sesuatu yang bersifat negatif.

Layanan bimbingan bisa berfungsi pencegahan, yang artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Bentuk kegiatannya bisa berupa orientasi, bimbingan karir, inventarisasi data. Bentuk orientasi yang biasa dilakukan adalah untuk memberikan pencegahan terhadap sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya diadakan orientasi tentang bahayanya narkoba, itu dimaksudkan dengan adanya pengetahuan tentang berbagai jenis narkoba serta bahayanya bagi tubuh kita apabila dikonsumsi, maka akan mencegah pemakaian narkoba di kalangan pelajar. Dengan adanya pengarahan dari tenaga BK di sekolahan para siswa akan lebih terarah dalam setiap tindakan, sehingga akan mencegah dari kerusakan dan bentuk gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya fungsi pencegahan yang baik, maka perkembangan potensi akan menjadi lebih baik.

Peningkatan kemampuan khusus individu diperlukan untuk memperkuat perkembangan dan kehidupannya. Ketrampilan pemecahan masalah, ketrampilan belajar dengan berbagai aspeknya, ketrampilan berkomunikasi dan hubungan sosial, pengaturan pemasukan-pengeluaran uang merupakan beberapa contoh kemampuan yang perlu ditingkatkan pada individu.

  1. FUNGSI PENGENTASAN

Istilah fungsi pengentasan ini dipakai sebagai pengganti istilah fungsi kuratif atau fungsi terapeutik dengan arti pengobatan atau penyembuhan. Tidak dipakainya istilah tersebut karena istilah itu berorientasi bahwa peserta didik adalah orang yang “sakit” serta untuk mengganti istilah “fungsi perbaikan” yang berkonotasi bahwa peserta didik yang dibimbing adalah orang “tidak baik atau rusak”. Melalui fungsi pelayanan ini akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya, jenisnya maupun bentuknya. Pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perorangan ataupun konseling kelompok.

Jadi, dalam pelaksanaan fungsi pengentasan bimbingan dan konseling menganggap bahwa orang yang mengalami masalah itu berada dalam keadaan yang tidak mengenakkan, sehingga harus diangkat dan dientaskan dari keadaan tersebut.

  1. FUNGSI PEMELIHARAAN DAN PENGEMBANGAN

            Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat , home room, dan karyawisata.

            Fungsi pemeliharaan dan pengembangan akan menghasilkan terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah mantap dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan. Dengan demikian, dapat diharapkan peserta didik dapat mencapai perkembangan kepribadiannya secara optimal.

            Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan program. Dalam fungsi ini, sesuatu yang dipelihara bukanlah sekedar mempertahankan agar tetap utuh, tetapi diusahakan agar bertambah baik, lebih menyenangkan, dan memiliki nilai tambah daripada yang terdahulu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Prayitno dan Erman Amti. 1994. Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta:Jakarta

Heru Mugiharso dkk. 2010. Bimbingan dan Konseling.UPT UNNES Press: Semarang

 

 

 

 

 

 

 

Analisis Tentang Cara-cara yang Dilakukan Sistem Politik Indonesia dalam Memelihara Dukungan

Standard

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A.    Latar Belakang

Sistem adalah keseluruhan bagian-bagian (unsur-unsur) yang berhubungan satu sama lain secara fungsional. Hubungan secara fungsional itu berarti hubungan yang saling berinteraksi dan saling bergantung satu sama lain. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.

Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan.
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik.

Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Yang dimaksud dengan politik adalah segala kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat untuk masyarakat umum. Keputusan itu dapat menyangkut kebijakan yaitu program-program perilaku dan dapat pula berupa personil (aktor politik). Keputusan yang menyangkut kebijakan atau program-program perilaku untuk mencapai tujuan tertentu adalah menyangkut dua hal pula yaitu distribusi dan alikasi sumber-sumber. Perlu diketahui bahwa setidaknya ada lima bagian yang berhubungan secara fungsional dalam suatu sistem politik yaitu budaya politik, struktur dan fungsi politik, elit politik atau aktor politik, keputusan poliyik (out put), dan input ( masukan-masukan) yang terdiri dari tuntutan (demands), dan dukungan (supports).

Apa yang sangat menarik menarik perhatian sistem politik dalam memelihara dukungan adalah pekerjaan yang dilakukan suatu sistem dan bagaimana sistem itu melaksanakannya. Penekanan utamanya bukan pada bagian-bagian sistem dan interaksinya tetapi dalam mengidentifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam memelihara dukungan tersebut dan apa saja yang dihasilkan sistem tersebut dalam memelihara dukungan.

 

  1. Perumusan masalah
    1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Politik Indonesia?
    2. Bagaimanakah dukungan dalam Sistem Politik Indonesia?
    3. Bagaimanakah cara-cara yang dikakukan sistem politik Indonesia dalam memelihara dukungan?
    4. C.    Tujuan
      1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sistem Politik Indonesia
      2. Untuk mengetahui bagaimana dukungandalam Sistem Politik Indonesia
      3. Untuk mengetahui bagaimana cara-cara yang dilakukan sistem politik Indonesia dalam memelihara dukungan

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Sistem Politik Indonesia

Sistem adalah keseluruhan bagian-bagian (unsur-unsur) yang berhubungan satu sama lain. Hubungan secara fungsional itu berarti hubungan yang saling berinteraksi. Sistem itu bekerja dalam suatu lingkungan (environment) yang lebih luas, dan bahwa ada perbatasan antara satu sistem dengan lingkungannya. Yang dimaksud lingkungan disini adalah sistem-sistem lain yang ada di luar dan di sekitar sistem tertentu (Halking, 2011: 1).

Sedangkan yang dimaksud dengan politik adalah segala kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan keputusan yang mengikat untuk masyarakat umum. Keputusan itu dapat mengangkut kenijakan yaitu program-program perilaku dan dapat pula berupa personil (aktor politik).

Sistem politik merupakan mekanisme interaksi fungsional dari seperangkat fungsi atau peranan dari struktur-struktur politik. Seseorang dapat mengambil sikap bahwa istilah sistem hanya diterapkan untuk unsu-unsur yang mempunyai hubungan penting satu sama lain dalam arti bahwa tingkat ketidaktergantungannya tinggi.

Sistem Politik Indonesia merupakan gambaran antara pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menjalankan praktik ketatanegaraan di Indonesia, dimana pemerintah dalam hal inin sangat erat kaitannya dalam melaksanaka dukungan-dukungan. Dukungan tersebut dilakukan untuk kebaikan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Di dalam melakukan sistem politik, tentunya pemerintah dan masyarakat menjadi bagian dari sistem politik. Di Indonesia sistem politik telah lama dikenal dimana didalam sistem tersebut terdapat berbagai pendekatan seperti budaya politik dan lain sebagainya yang berhubungan dengan politik.

 

 

 

  1. Dukungan dalam Sistem Politik Indonesia

Jika sistem politik kita pilih sebagai sasaran studi, maka kita kita harus mempuyai kepercayaan bahwa sistem politik mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat, yakni keputusan-keputusan yang sifatnya otoritatif (Arifin Rahmat, 1998:11). Sistem politik secara kontinyu harus mendapatkan input berupa tuntutan dan dukungan sebagain bahan mentah/informasi yang harus diproses oleh sistem itu, dan juga energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup sistem itu.

Di Indonesia suatu sistem politik mempunyai caranya sendiri untuk bereaksi terhadap dukungan. Sistem ini memiliki mekanisme pengaturan sendiri yang mampu mendorong kembali ataupun mengizinkan tuntutan-tuntutan untuk berjalan meniti batas-batasnya dalam bentuk yang sangat lunak, melalui saluran-saluran dan proses-proses yang memperlambat perputaran serta isinya.

Dukungan di Indonesia merupakan suatu energi yang vital bagi sistem politik untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dukungan dalam sistem politik pada dasarnya diarahkan kepada tiga hal (Halking, 2011: 30), yaitu dukungan terhadap politik, dukungan terhadap rezim, dan dukungan terhadap komuitas politik. Dukungan terhadap komunitas politik dimaksudkan sebagai dukungan terhadap keberadaan suatu kelompok yang berusaha menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada atau mendorong pembuatan keputusan-keputusan yang mengikat melalui tindakan-tindakan bersama secara damai.

Dukungan terhadap rezim dapat diartikan sebagai dukungan terhadap aturan-aturan dasar yang mengatur dan meyelaraskan berbagai tindakan anggota-anggota siste dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah yang muncul sebagai konsekuensi dukungan terhadap suatu komunitas politik. Dukungan terhadap pemerintah dapat diartikan sebagai dukungan terhadap suatu pemerintahan yang bertugas melaksanakan penyelesaian terhadap beragam masalah dan konflik yang muncul diantara sesama anggota sistem.

Tuntutan-tuntutan bukanlah satu-satunya masukan karena dukungan juga terdapat disana. Dalam masyarakat yang terbuka, dukungan terhadap sistem politik dinyatakan secara terbuka (over action), sedangkan dukungan yang dinyatakan itu selaras dengan sikap yang ada dalam batinnya (Halking, 2011: 45). Dukungan yang bersifat over action mungkin berwujud memberikan suara yang mendukung pencalonan seorang dalam Pemilu untuk menjadi anggota DPR dan DPD serta DPRD, membela dan mempertahankan keputusan yang dibuat oleh pejabat tertentu, dan lain

 

  1. Cara yang dikakukan Sistem Politik Indonesia dalam Memelihara Dukungan

Suatu sistem politik menerima dukungan yang sangat besar dari lingkungan-yang bila tidak maka secara alamiah system tersebut akan mati. Menurut Easton dalam (SP. Varma, 2002: 280), ketangguhan sistematik dukungan tergantung pada suatu tingkat minimum dari keterkaitan masing-masing tujuan politik yaitu komunitas politik, rezim, dan ototitas politik yang memegang kekuasaan pada setiap waktu. Bila masukan dukungan jatuh dibawah batas minimal ini maka ketangguhan system politik apa pun akan menjadi berbahaya. Dukungan politik dapat merosot atau terkikis karena satu dan lain sebab, tetapi hal ini terutama terjadi karena kegagalan system politik untuk menghantarkan apa-apa yang dikehendaki.
Input dukungan dapat digolongkan atas empat jenis yaitu sebagai berikut, (Halking, 2011:144)
1. Dukungan material, seperti membayar pajak, Ipeda dan Bea Cukai, dan bentuk pungutan resmi lainnya.

2. Dukungan berupa mematuhi dan menaati hukum dan peraturan yang dikeluarkan olehpemerintah
3. Dukungan yang bersifat partisipasi, seperti ikut memilih, diskusi politik membuat petisi dukungan kepada pemimpin politik, dan sebagainya.
4. Dukungan yang berupa perhatian kepada segala informasi yang disampaikan oleh pemerintah, memberikan simbol-simbol dan upacara-upacara yang dilakukan oleh pemerintah, yang kesemuanya itu merupakan manifestasi dari hormat kepada kewenangan pemerintah yang sah.

Untuk memperoleh dukungan dari anggota masyarakat adakalanya pemerintah tidak perlu selalu memenuhi tuntutan dari anggota masyarakat, walaupun tuntutan itu diajukan oleh anggota masyarakat yang paling berpengaruh atau pendukung setia pemerintah. Pemerintah Imdonesia sering mengalami goncangan sebagai akibat dari output atau keputusan politik yang tidak selaras dengan tuntutan anggota masyarakat Indonesia. Akan tetapi pemerintah Indonesia dapat tetap bertahan oleh karena adanya cadangan dukungan dari parpol, rasa keterikatan yang relatif tinggi anggota masyarakat kepada pemimpin, termasuk pemimpin pemerintahan. Selama dukungan cadangan itu tetap memberikan kesetiaan makan sistem politik Indonesia akan tetap bertahan (Halking, 2011: 150)

 

BAB  III
ANALISIS SISTEM POLITIK INDONESIA DALAM MEMELIHARA DUKUNGAN

Seseorang dapat mengambil sikap bahwa sistem hanya diterapkan untuk unsur-unsur yang mempunyai hubungan penting satu sama lain dalam arti tingkat ketidaktergantungannya tinggi. Sistem politik adalah suatu sistem analitik yang dalam sistem keanggotaan secara keseluruhan ia dibentuk oleh masyarakat. Terutama sistem politik adalah system interaksi dalam masyarakat melalui mana alokasi yang mengikat atau berwenang dibuat dan dilaksanakan.

Untuk mendapat dukungan di dalam sistem politik di Indonesia sebagian ada yang bersifat manipulasi. Hal itu disebabkan karena pemerintah tidak menginginkan masyarakat bersifat sewenang-wenang dalam menyampaikan tuntutan mereka. Selain itu pemerintah juga bisa saja menggunakan bujukan dan persetujuan untuk mendapat sebuah dukungan.

Seperti dalam dukunagan dalam persektif ekonomi, tatkala pertama kalinya perhatian dipusatkan pada masalah pembagunan ekonomi dan perlunya merubah ekonomi perekonomian statis menjadi perekonomian yang dapat meluncur sendiri. Oleh sebab itu wajarlah kalau pembangunan politik dipandang sebagai keadaan mayarakat politik yang dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi. (Juwono Sudarsono, 1981: 17)

Pemerintah dalam memelihara dukungan masih belum dapat memeilahara dukungan sebagaimana mestinya. Masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memelihara dukungan. Hal itu terbukti dari masih adanya sistem politik Indonesia yang tidak mampu memenuhi tuntutan masyarakat sehingga arus dukungan akan berkurang atau bahkan dapat hilang.

 

BAB IV

PENUTUP

  1. A.    Kesimpulan

Dukungan dalam sistem politik pada dasarnya diarahkan pada tiga hal yaitu dukungan terhadap komunitas politik, dukungan terhadap rezim, dan dukungan terhadap pemerintah. Pemerintah esensinya merupakan hal yang paling dominan dalam pelaksanaan sistem politik. Dalam hal ini, dukungan diterima oleh sistem dari masyarakat. Sistem politik dapat memelihara dukungan tersebut dan mengembangkannya untuk menjaga tuntutan-tuntutan yang dilontarkan oleh masyarakat. Sebuah tuntutan harus memperoleh dukungan yang cukup untuk dapat dijadikan isu politik dan didukung oleh anggota-anggota sistem politik.

 

 

 

 

  1. B.     Kritik dan saran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

M. S , Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi., Ciawi – Bogor :  Ghalia Indonesia

Susanto, Astrid S. 1977.  Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung : Bina Cipta

Sorokin , Pitirim A., 1959, Social and Cultural Mobility, London : The Free Press of Glencoe, Collier – MacMillan Ltd

Interaksi Sosial dan peran Psikologi Sosial dalam Bimbingan dan Konseling

Standard

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain.

Misalnya, seorang balita memerlukan perawatan dan bantuan ibunya karena ia belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Selanjutnya, ia memerlukan pemeliharaan kesehatan, pendidikan, dan pergaulan.

Dari contoh tersebut jelas bahwa pada dasarnya kita selalu membutuhkan orang lain. Kita membutuhkan banyak hal dalam hidup kita. Semua kebutuhan hidup itu hanya dapat kita penuhi dengan jalan mengadakan hubungan sosial dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Melalui hubungan itu kita menyampaikan maksud, tujuan, dan keinginan untuk mendapatkan tanggapan (reaksi) dari pihak lain. Hubungan timbal balik (aksi dan reaksi) inilah yang kita sebut interaksi sosial.

Pengertian interaksi sosial Interaksi sosial adalah hubungan antar individu satu dengan individu lainnya. Individu satu dapat mempengaruhi yang lain begitu juga sebaliknya. (definisi secara psikologi sosial).

 

1

Pada kenyataannya interaksi yang terjadi sesungguhnya tidak sesederhana kelihatannya melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Interaksi terjadi karena ditentukan oleh banyak faktor termasuk manusia lain yang ada di sekitar yang memiliki juga perilaku spesifik.

Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini dalam arti yang luas, yaitu bahwa individu dapat melebur diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.

 

1.2  Perumusan masalah

 

Dalam makalah ini akan membahas mengenai :

  1.  Apakah pengertian interaksi sosial?
  2. Apakah syarat terjadinya suatu interaksi sosial?
  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
  4. Pola-pola interaksi sosial
  5. Apa sajakah bentuk dari interaksi sosial?
  6. Apa peran psikologi sosial dalam BK ?

 

 

1.3  Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk menjelaskan interaksi sosial dan peran psikologi sosial dalam bimbingan dan konseling .

 

 

 

2

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Interaksi Sosial

Maryati dan Suryawati (2003)

Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok

Murdiyatmoko dan Handayani (2004)

Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.

Young dan Raymond W. Mack

Interaksi Sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan menyangkut hubungan-hubungan antar individu, baik antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok.

Sifat manusia dapat dikelompokan kedalam:
a. Manusia sebagai mahluk individu
b. Manusia sebagai mahluk sosial

 

3

c. Manusia sebagai mahluk berke-Tuhanan

Manusia sebagai mahluk sosial, tentu saja manusiadituntut untuk mengadakan hubungan sosialantar sesama selain tuntutan untuk hidup berkelompok. Tuntutan untuk hidup secara berkelompok mengakibatkan keadaan ini mirip dengan sebuah community, seperti desa, suku bangsa dan lain sebagainya yang masing-masing kelompok memiliki cirri yang berbeda satu sama lain. Kehidupan berkelompok bukan ditentukan oleh adanya interes/kepentingan, tapi karena adanya basic condition of a common life (syarat-syarat dasar kehidupan bersama) . Basic condition of a common life ini merupakan unsure pengikat kehidupan kelompok mereka. Dan dapat berupa locality yakni adanya daerah dan suatu perasaan untuk memiliki bersama.

Menurut Harold Bethel menjelaskan bahwa basic condition of common life dapat tercermin dalam factor-faktor antara lain
1) Adanya kumpulan orang-orang
2) Adanya wilayah/tempat tinggal tertentu
3) Adanya pemilikan cara-cara hidup

 uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individu harus mengadakan interaksi sosial antar individu, yang sama-sama hidup dalam satu kelompok. S.S. Sargent berpendapat bahwa interaksi sosial pada pokoknya meemandang tingkah laku sosial yang slalu dalam kerangka kelompok seperti struktur dan fungsi dalam suatu kelompok. H. Bonner member rumusan interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelekuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.

 

 

 

4

2.2 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :

  1. Adanya kontak sosial (social contact)

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar individu, antar individu dengan kelompok, antar kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung (face to face) maupun tidak langsung atau sekunder. Yakni kontak sosial yang dilakukan melaui perantara, seperti melalui telepon, orang lain, surat kabar, dan lain-lain. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

 

  1. Adanya Komunikasi Sosial

yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang dilakukannya.

Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Pelaku lebih dari satu orang
  2. Adanya komunikasi di antara pelaku
  3. Adanya tujuan mungkin sama atau tidak sama antar pelaku
  4. Adanya dimensi waktu

 

 

5

 

2.3  Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

 

  1. Sugesti

yaitu proses pemberian pandangan atau pengaruh kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga pendangan atau pengaruh tersebut diikuti tanpa berfikir panjang.

Contoh : Seorang remaja putus sekolah akan dengan mudah ikut-ikutan terlibat kenalan remaja. Tanpa memikirkan akibatnya kelak .

  1. Imitasi

yaitu pembentukan nilai melalui dengan meniru cara- cara orang lain.

Contoh: Seorang anak sering kali meniru kebiasan – kebiasan orang tuanya .

  1. Identifikasi

yaitu menirukan dirinya menjadi sama dengan orang yang ditirunya .

Contoh: Seorang anak laki – laki yang begitu dekat dan akrab dengan ayahnya suka mengidentifikasikan dirinya menjadi sama dengan ayah nya .

  1. Simpati

yaitu perasaan tertarik yang timbul dalam diri seseorang yang membuatnya merasa seolah-olah berada dalam keadaan orang lain.

Contoh: mengucapkan ulang tahun pada hari ulang tahun merupakan wujud simpati pada seseorang.

  1. Empati

yaitu rasa haru ketika seseorang melihat orang lain mengalami sesuatu yang menarik perhatian. Empati merupakan kelanjutan rasa simpati yang berupa perbuatan nyata untuk mewujudkan rasa simpatinya.

Contoh: apabila kita melihat seseorang yang kecelakaan kita berempati untuk ikut membantu korban kecelakaan itu.

 

 

6

  1. Motivasi

yaitu dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan perbuatan berdasarkan pertimbangan rasionalistis. Motivasi dalam diri seorang muncul disebabkan faktor atau pengaruh dari orang lain sehingga individu melakukan kontak dengan orang lain.

Contoh : Pemberian tugas dari seorang guru kepada muridnya merupakan salah satu bentuk motivasi supaya mereka mau belajar dengan rajin dan penuh rasa tanggung jawab

 

2.4  Pola-pola Interaksi Sosial

 

Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dapat memberikan pola interaksinya. Pola interkasi sosial merupakan bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Pola interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Didasarkan atas kedudukan sosial (status) dan peranannya.
  2. Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi.
  3. Mengandung dinamika. Artinya dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran.
  4. Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial dapat teriadi kapan dan dimanapun, dan dapat berakibat positif atau negatif terhadap kehidupan masyarakat.

Dari pola-pola tersebut, berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu:

  1. Pola interaksi individu dengan indiuidu

 

 

7

Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang  mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti: jarak sosial, perasaan simpati dan antipati, intensitas dan frekuensi interaksi.

Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dengan individu sebagai anggota suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan kelompoknya. Dimana setiap perilaku didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tatacara yang ditentukan kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan merupakan tanggung jawab bersama.

  1. Pola interaksi kelompok dengan kelompok

Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antar kelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya.

 

2.5  Bentuk – Bentuk Interaksi Sosial

 

Interaksi sosial dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu asosiatif dan disosiatif.

  1. Asosiatif

Interaksi sosial bersifat asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan. Interaksi sosial ini terdiri atas beberapa hal berikut.

  • Kerja sama (cooperation)

Kerjasama terbentuk karena masyarakat menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama sehingga sepakat untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pelaksanaannya terdapat empat bentuk kerjasama, yaitu bargaining (tawar-menawar), cooptation (kooptasi), koalisi dan joint-venture (usaha patungan)

 

 

 

8

  • Akomodasi

Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Proses akomodasi dibedakan menjadi bebrapa bentuk antara lain :

1)        Coercion yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan

Contohnya: perbudakan.

2)        Kompromi yaitu, suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya agar dicapai suatu penyelesaian terhadap suatu konflik yang ada.

Contohnya: kompromi antara sejumlah partai politik untuk berbagi kekuasaan sesuai dengan suara yang diperoleh masing-masing.

3)        Mediasi yaitu, cara menyelesaikan konflik dengan jalan meminta bantuan pihak ketiga yang netral.

Contoh : Seorang ayah melerai anak-anaknya yg sedang berkelahi.

4)      arbitration yaitu, cara mencapai compromise dengan cara meminta bantuan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang berkedudukannya lebih dari pihak-pihak yang bertikai.

Contoh : konflik antara buruh dan pengusaha dengan bantuan suatu badan penyelesaian perburuan Depnaker sebagai pihak ketiga.

5)        Adjudication (peradilan)yaitu, suatu bentuk penyelesaian konflik melalui pengadilan.

Contoh: pembelian tanah atau rumah,tetapi mempunyai masalah. Maka harus diselesaikan di pengadilan.

9

6)        Stalemate yaitu, Suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang dan berhenti melakukan pertentangan pada suatu titik karena kedua belah pihak sudah tidak mungkin lagi maju atau mundur.

Contoh : Gencatan senjata antara kedua belah pihak yang terjadi konflik.

7)        Toleransi yaitu, suatu bentuk akomodasi tanpa adanya persetujuan formal.

Contoh : Toleransi untuk saling menghormati antar satu ras dengan ras yang lainnya.

8)        Consiliation yaitu, usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan pihak-pihak yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan bersama.

Contohnya: pertemuan beberapa partai politik di dalam lembaga legislatif (DPR) untuk duduk bersama menyelesaikan perbedaan-perbedaan sehingga dicapai kesepakatan bersama.

  • Asimilasi

Proses asimilasi menunjuk pada proses yang ditandai adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara beberapa orang atau kelompok dalam masyarakat serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi tercapainya tujuan bersama. Asimilasi timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.

 

 

10

  • Akulturasi

proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur – unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur – unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.

 

  1. Disosiatif

Interaksi sosial ini mengarah pada bentuk pemisahan dan terbagi dalam tiga bentuk sebagai berikut:

  • Persaingan/kompetisi

Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.

  • Kontravensi

Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang – terangan seperti perbuatan menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi, dan intimidasi yang ditunjukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur – unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.

 

 

11

  • Konflik

Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.

2.6 Peranan Psikologi Sosial dalam Bimbingan dan Konseling

Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan (bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, diantaranya bimbingan, konseling dan terapi.

Pendidikan dalam program bimbingan dan konseling akan membuat konselor paham akan perkembangan dan pertumbuhan individu, perkembangan karir, dan perbedaan budaya. Pemahaman mengenai diri siswa seutuhnya dalam upaya mengembangkan karir membuat bimbingan dan konseling bersinggungan dengan ranah psikologi.

Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku. Memahami psikologi memberikan pemahaman pada konselor mengenai tingkah laku konselee (Priyatno & Anti, 1994). Hal yang berkaitan dengan psikologi dalam bimbingan dan konseling antara lain motif dan motivasi, pembawaan dasar dan pengaruh lingkungan pada tingkah laku, perkembangan individu, belajar, dan kepribadian siswa.

 

12

Akhmad Sudrajat dalam Salahudin, Anas(2009:104) menyatakan bahwa bimbingan konseling merupakan bagian Integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layan profesional tentunya kegiatan bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh, pengembangan layanan bimbingan dan konseling baik teori maupun prakteknya diharapkan dapat memberikan manfaat yang sangat besar , khususnya bagi klien.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada intinya merupakan fondasi yang harus kuat dan merupakan bagian dari factor pendukung yang harus diperhatikan, khususnya oleh konselor sebagai pelaku utama dari bimbingan dan konseling ini.

Secara umum terdrapat empat aspek pokok yang melandasi bimbingan dan konseling, yaitu:

  1. landasan filosofis
  2. landasan psikologis
  3. landasan social budaya
  4. landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi

Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:

1)      Motif dan Motivasi

Motif dan motovasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakan seseorang untuk berperilaku baik atau motif primer, yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak lahir. Motivasi berarti keadaan internal organisme baik manusia atau hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah (Gleitman,1986; Reber, 1988)

13

Seorang konselor harus tahu apa motif dan otivasi yang dimiliki oleh  kliennya sehingga dia mengetahui arah perilaku dari kliennya tersebut.

 

2)      Pembawaan dan Lingkungan

Factor pembawaan dan  lingkungan merupakan factor yang tak dapat dipisahkan dari kajian ini. Kedua factor tersebut merupakan factor yang sangat penting dalam menentukn perilaku individu.

Factor pembawaan merupakan factor yang dibawa individu sejak lahir dan mengandung factor potensial. Ada yang memiliki potensial tinggi dan ada juga yang rendah tergantung keturunan. Disinilah peran orang-orang disekelilingnya sangat diperlukan untuk membantu mengiptimalkan potensi yang dimiliki oleh individu tersebut. Tidak hanya pembawaan piskologis saja tetapi pembawaan fisiologis juga mempengaruhi mental dan kepribadian individu. Ada individu yang tidak percaya diri dengan kekurangn yang ada pada tubuhnya, hal ini menimbulkan dampak yang sangat besar bagi perkembangan mental individu dan diperlukan penanganan yang baik.

Sedangkan lingkungan menyangkut keadaan sekitar individu meliputi lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan pertemanan. Seorang individu meskipun dia memilki potensi yang sangat tinggi tetapi jika tidak didukung dengan lingkungan yang mendukung perkembangan potensinya maka potensinya itu tidak akan berkembang secara optimal. Maka dalam pergaulan social, seorang individu hendaknya pintar untuk memilih mana yang baik dan yang tidak baik.

 

3)      perkembangan individu

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (prenatal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan social.

 

 

14

Setiap individu memiliki fase perkembangan yang berbeda-beda tergantung factor-faktor  yang mempengaruhi seperti hormone dan lingkungan. Ada individu yang berkembang secara cepat tingkat intelegensi maupun fisik dan

ada pila yang lambat. Beberapa teori mngemukakan bahwa perkembangan individu hampir sama dalam setiap jenjang seperti tahap sensori motor dan tahap praopersional, tetapi itu secara umum karena setiap individu memiliki ciri khas masing-masing dan tidak akan memiliki perkembangan yang sama.

Oleh karena itu dalam menjalankan tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu kliennya, sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan.

 

4)      Belajar

Belajar merupakan serangkaian kegiatan untuk mengetahui sesuatu, dan sekaligus konsep mendasar dalam psikologi.  Setiap orang yang hidup pasti belajar.

Seseorang tidak dapat mempertahankan diri dan mengembangkan dirinya tanpa belajar. Inti dari belajar adalah mengusai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Untuk memahami kliennya seorang konselor harus mengetahui mengenai teori-teori belajar yang akan mempermudahnya untuk mendiagnosis kesulitan individu.

 

5)      Kepribadian

Berangkat dari penemuan Gordon menganai teori pengertian kepribadian, maka kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam diri individu sebagai system psikofisik yang menentukan cara yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kata kunci dari kepribadian adalah penyesuain diri. Yang dimaksud dengan unik yakni kualitas perilaku individu khas sehingga dapat diketahui individu tersebut berbeda dengan yang lainnya. Keunikan ini didukung oleh faktor psikofisiknya, misalnya struktur tubuhnya, hormone dan yang lainnya dan saling berpengaruh dan menentukan kualitas perilaku individu tersebut.

15

 Jadi seorang konelor harus tau kepribadian yang dimiliki oleh kliennya karena kepribadian menyangkut seluruh perilaku yang dilakukan oleh individu tersebut. Dengan mengetahui kepribadian kliennya akan sangat membentu konselor dalam melakukan tindakan pencegahan maupun tindakan konseling yang diambil dalam memecahkan masalah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

16

BAB  III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Masyarakat adalah manusia yang hidup bersama di suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama yang saling berhubungan dan berinteraksi dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama. Sedangkan interaksi sosial adalah interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok.

Jadi, didalam sebuah masyarakat terdapat interaksi sosial yang membuat mereka terhubung antara satu dengan yang lainya dan masyarakat dapat berubah sesuai dengan faktor-faktor lingkungan.

psikologi terlihat sangat dominant dalam memainkan perannya dalam bimbingan dan konseling terutama yang terkait dengan perilaku individu yang menjadi sasaran bimbingan dan konseling.

 

3.2  Kritik dan saran

Hendaknya berinteraksi sosial dengan lingkungan atau masyarakat dalam kehidupan kita. Semoga makalah ini menambah wawasan dan pengetahuan kita juga bermanfaat bagi kita semua.

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah – makalah berikutnya.

Terima kasih.  

 

 

17

 

DAFTAR PUSTAKA

Sugiyo . 2006 . Psikologo Sosial , Semarang : UNNES PRESS

Susanto, Astrid S. 1977.  Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung : Bina Cipta

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/view/21280

http://blog-indonesia.com/blog-archive-13768-46.html

http://belajarpsikologi.com/pengertian-interaksi-sosial/

http://bkscolaekmts.blogspot.com/2012/11/interaksi-sosial.html

http://bkintheschool.blogspot.com/2012/04/interaksiantar-individu-dan-antar.html

http://alfinnitihardjo.ohlog.com/interaksi-sosial.oh112676.html